Padatahap selanjutnya, ilmu-ilmu zaman modern memengaruhi perkembangan ilmu zaman kontemporer. 1 f Zaman modern ini sebenarnya sudah terintis mulai dari abad 15 M. Tetapi, indikator yang nyata terlihat jelas pada abad 17 M dan berlangsung hingga abad 20 M. Hal ini ditandai dengan ditandai dengan adanya penemuan-penemuan dalam bidang ilmiah.
Abstrak Filsafat ilmu merupakan cabang ilmu filsafat yang lahir sekitar akhir abad ke-19 atau menjelang abad ke-20. Perkembangan ilmu pengetahuan yang mencapai puncaknya pada abad ke-19 di masa August Comte dan para penerusnya, yang cenderung menjadikan ukuran kebenaran ilmu pada tataran positivistik, menjadikan ilmu pengetahuan semakin terlepas dari asumsi dasar filsafatnya. Hal inilah yang mengilhami lahirnya filsafat ilmu yang pada gilirannya mempunyai posisi yang amat urgen penting dalam ilmu pengetahuan. Urgensi filsafat ilmu dapat dilihat dari peranannya sebagai mitra dialog yang kritis terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Filsafat ilmu juga mencoba memperkenalkan diskursus ilmu pengetahuan secara utuh-integral-integratif. Filsafat ilmu juga menegaskan nilai moral-aksiologis bagi perkembangan ilmu pengetahuan, dan masih banyak lagi. Pada intinya, filsafat ilmu dapat berdiri di tengah-tengah cabang ilmu pengetahuan sebagai pengontrol dan pengarah bagi penerapannya. Kata Kunci Filsafat Ilmu dan Ilmu Pengetahuan Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free PERANAN FILSAFAT ILMU BAGI PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN Oleh M. Nafiur Rofiq Dosen tetap Institut Agama Islam Al-Falah as-Sunniyyah Abstrak Filsafat ilmu merupakan cabang ilmu filsafat yang lahir sekitar akhir abad ke-19 atau menjelang abad ke-20. Perkembangan ilmu pengetahuan yang mencapai puncaknya pada abad ke-19 di masa August Comte dan para penerusnya, yang cenderung menjadikan ukuran kebenaran ilmu pada tataran positivistik, menjadikan ilmu pengetahuan semakin terlepas dari asumsi dasar filsafatnya. Hal inilah yang mengilhami lahirnya filsafat ilmu yang pada gilirannya mempunyai posisi yang amat urgen penting dalam ilmu pengetahuan. Urgensi filsafat ilmu dapat dilihat dari peranannya sebagai mitra dialog yang kritis terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Filsafat ilmu juga mencoba memperkenalkan diskursus ilmu pengetahuan secara utuh-integral-integratif. Filsafat ilmu juga menegaskan nilai moral-aksiologis bagi perkembangan ilmu pengetahuan, dan masih banyak lagi. Pada intinya, filsafat ilmu dapat berdiri di tengah-tengah cabang ilmu pengetahuan sebagai pengontrol dan pengarah bagi penerapannya. Kata Kunci Filsafat Ilmu dan Ilmu Pengetahuan A. Pendahuluan Semenjak masa Renaissance yang disusul dengan Aufklaerung abad XVIII, filsafat sebagai âindukâ cabang-cabang ilmu pengetahuan ditinggalkan oleh âanak-anaknyaâ cabang-cabang ilmu pengetahuan. Cabang-cabang ilmu pengetahuan bersama âanak kandungnyaâ teknologi cenderung berdiri secara mandiri. Dalam perjalanannya kemudian, ilmu pengetahuan dan teknologi iptek mengalami kemajuan sangat pesat dan menghasilkan temuan-temuan spektakuler, sehingga berdampak luas terhadap peradaban hidup manusia. Ada kecenderungan, bahwa ilmu pengetahuan dipelajari dan diterapkan terlepas dari asumsi-asumsi dasar filsafatnya. Berbagai permasalahan yang timbul âbaik teoritis maupun praktis- ditinjau dari sudut pandang masing-masing disiplin ilmu dan diterjemahkan dengan bahasa teknisnya sendiri-sendiri. Akibatnya komunikasi antar ilmu pengetahuan sulit dari itu, perkembangan ilmu pengetahuan amat mempengaruhi kehidupan dan perlu mendapat perhatian, karena bisa berdampak pada perilaku anti-kemanusiaan atau mengganggu keseimbangan antar individu dan masyarakat serta lingkungannya. Misalnya, eksploitasi alam, komersialisasi ilmu, penerapan iptek yang merusak, dls. Dari sini, Koento Wibisono, Pengertian tentang Filsafat, Hand Out, Yogyakarta Program Pascasarjana Filsafat UGM, 2005a, 1. menurut T. Jacob, perlu adanya etika ilmiah dalam semua bidang disiplin ilmu pengetahuan. Bersamaan dengan berbagai permasalahan yang timbul akibat kemajuan iptek dan adanya spesialisasi di semua disiplin ilmu yang berkembang secara mandiri, ilmu pengetahuan kehilangan sifatnya yang utuh-integral-integratif; masing-masing menjadi terisolasi. Terasa adanya kebutuhan saling âmenyapaâ antar sesama ilmu pengetahuan, sehingga upaya untuk membangun suatu academic community dalam arti kata yang sebenarnya menjadi amat diperlukan. Menurut Koento Wibisono, sudah tiba saatnya untuk menyediakan suatu âoverviewâ sebagai jaringan untuk menunjukkan keterkaitan antar sesama cabang ilmu pengetahuan, sehingga ilmu pengetahuan beserta kebenaran ilmiah yang ingin dicapainya tidak dipandang sebagai âbarang jadi yang sudah selesaiâ; mandeg dalam kebekuan dogmatis-formalistik. Visi dan orientasi bahwa ilmu pengetahuan adalah suatu âpengembaraan yang tidak pernah mengenal titik-hentiâ âa never ending process- harus disadari oleh semua pihak. Dari uraian tersebut di atas, bahwa perkembangan ilmu pengetahuan yang tidak hanya berimplikasi secara positif tetapi juga negatif, maka dibutuhkan sarana kritik dan mitra dialog yang dapat dipertanggungjawabkan bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Adanya kebutuhan untuk saling merekatkan hubungan antar berbagai disiplin ilmu agar bisa saling âmenyapaâ juga menjadi penting. Untuk menjawab kebutuhan tersebut, filsafat ilmu dianggap mampu menjadi mediasi antar berbagai cabang ilmu pengetahuan agar bisa saling âmenyapaâ. Filsafat ilmu dapat mendemonstrasikan ilmu pengetahuan secara utuh-integral-integratif. Filsafat ilmu bisa sebagai mitra dialog yang kritis bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Dengan demikian, menjadi amat penting untuk mengangkat tema âPeranan Filsafat Ilmu bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuanâ. B. Sekedar Mengenal Filsafat Ilmu Berbicara tentang filsafat ilmu, perlu diajukan suatu pertanyaan pada diri sendiri, sejauh mana cabang filsafat ini mempunyai makna dan relevansi dengan masalah-masalah praktis yang urgen dan mendesak, yang menuntut penyelesaian secara praktis, seperti, masalah lapangan kerja bagi lulusan perguruan tinggi, semakin terbatasnya dana dan fasilitas pendidikan, dls. Seiring dengan itu ada satu anggapan bahwa kehadiran filsafat ilmu ini terlalu dini di satu pihak, namun juga dianggap terlambat di pihak lain. Masih terlalu dini karena oleh sementara kalangan dianggap sebagai suatu kemewahan, non-ekonomis, membuang-buang waktu, sulit dimengerti, tidak pragmatis; namun juga sudah agak terlambat karena semakin terasa adanya berbagai masalah fundamental yang membutuhkan landasan pemikiran yang mendasar dalam T. Jacob, âEtika Ilmiah dan Pancasilaâ, dalam Soeroso dkk., Pancasila sebagai Orientasi Pengembangan Ilmu, Yogyakarta Kedaulatan Rakyat, 56-58. Koento Wibisono, Pengertian tentang Filsafat, 1 menanggulanginya, seperti, masalah kebebasan mimbar dan akademik, peningkatan mutu pendidikan yang kurang jelas ukurannya, Ilmu Filsafat dan Filsafat Ilmu Barat a. Ilmu Filsafat Secara historis ilmu filsafat berbeda dengan filsafat ilmu. Ilmu filsafat berarti filsafat sebagai cabang ilmu, sedangkan filsafat ilmu berarti filsafat mewarnai seluruh disiplin keilmuan. Filsafat sebagai ilmu tidak jauh beda dengan cabang-cabang ilmu pengetahuan yang lain. Dalam artian memiliki sistematika sebagai berikut 1 Gegenstand, yaitu suatu objek sasaran untuk diteliti dan diketahui menuju suatu pengetahuan, kenyataan, atau kebenaran. 2 Gegenstand tadi terus menerus dipertanyakan tanpa mengenal titik henti. 3 Setelah itu ada alasan atau motif tertentu, dan dengan cara tertentu mengapa Gegenstand tadi terus-menerus dipertanyakan. 4 Rangkaian dari jawaban yang dikemukakan kemudian disusun kembali ke dalam satu kesatuan Koento Wibisono, ilmu filsafat adalah ilmu yang menunjukkan bagaimana upaya manusia yang tidak pernah menyerah untuk menentukan kebenaran atau kenyataan secara kritis, mendasar, dan integral. Oleh karena itu dalam filsafat, proses yang dilalui adalah refleksi, kontemplasi, abstraksi, dialog, dan evaluasi menuju suatu sintesis. Ilmu filsafat filsafat sebagai ilmu mempertanyakan hakikat substansi atau âapanyaâ dari objek sasaran yang dihadapinya dengan menempatkan objek itu pada kedudukannya secara utuh. Hal ini berbeda dengan ilmu-ilmu cabang yang lain, yang hanya melihat pada satu sisi atau dimensi saja. Ilmu filsafat dalam menghadapi objek material manusia, yang ingin dicari ialah apa hakikat manusia itu, apa makna kehadirannya serta tujuan hidup baik dalam arti imanen maupun transenden. Dengan melihat objek material manusia hanya pada satu sisi atau dimensi saja, ilmu-ilmu cabang tumbuh menjadi ilmu sosiologi, antropologi, hukum, ekonomi, politik, psikologi, dan lain Filsafat Ilmu Barat Di zaman modern, terasa adanya kekaburan mengenai batas-batas antara cabang ilmu yang satu dengan yang lain, sehingga interdependensi dan inter-relasi ilmu menjadi semakin terasa dibutuhkan. Atau justru yang terjadi sebaliknya, antara ilmu pengetahuan yang satu dengan yang lain saling terpisah secara dikotomis tanpa adanya kemauan untuk saling âmenyapaâ. Oleh karena itu diperlukan âoverviewâ untuk meletakkan jaringan interaksi agar berbagai disiplin ilmu bisa âsaling menyapaâ menuju hakikat ilmu yang integral dan integratif. Kehadiran etik dan moral menjadi semakin dirasakan pentingnya. Sikap pandang Ibid, 3 Ibid Ibid, 5. Ibid, 4. bahwa âilmu adalah bebas nilaiâ semakin ditinggalkan. Tanggung jawab dan integritas seorang ilmuwan kini sedang perjalanannya kemudian, timbul kebutuhan untuk mengembangkan filsafat ilmu philosophy of science, yang memang amat penting dalam memberikan nilai atau aksiologi terhadap perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologiâdisamping juga penting untuk memberikan batas-batas keilmuan agar tidak kabur. Akhir-akhir ini filsafat ilmu ilmunya ilmu juga digalakkan di kalangan beberapa perguruan tinggi atau program studi demi menghadapi implikasi-implikasi -baik positif maupun negatif- perkembangan ilmu pengetahuan bagi kehidupan umat manusia. Filsafat ilmu âpen. sebagai ilmu kritis,diharapkan ikut berperan sebagai dasar dan arah dalam penyelesaian masalah-masalah fundamental di bidang sosial, ideologi, politik, ekonomi, pendidikan, dan lain sebagainya. Selain itu, filsafat ilmu diharapkan mampu menjadi mitra dialog dan sarana kritik terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Filsafat ilmu merupakan kelanjutan daripada epistemologi. Epistemologi merupakan pengetahuan yang mendasarkan diri pada sumber atau sarana tertentu seperti panca indera, akal verstand, akal-budi vernunft dan intuisi. Dari situ berkembanglah berbagai macam âschool of thoughtâ, yakni rasionalisme Descartes, empirisme John Locke, kritisisme Immanuel Kant, positivisme August Comte, fenomenologi Husserl, eksistensialisme Sartre konstruktivisme Fayerabend, dan seterusnya. Hakikat ilmu yang merupakan tiang penyangga bagi eksistensi ilmu dan menjadi objek formal filsafat ilmu adalah ontologi, epistemologi, dan ilmu meliputi hakikat ilmu, kebenaran, dan kenyataan yang inheren dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi filsafati tentang apa dan bagaimana yang âadaâ itu. Faham Monisme yang terpecah menjadi idealisme/spiritualisme, materialisme, dualisme, pluralisme, dengan berbagai nuansanya, merupakan faham ontologik yang pada akhirnya menentukan pendapat bahkan âkeyakinanâ mengenai apa dan bagaimana yang âadaâ sebagaimana manifestasi kebenaran yang ilmu meliputi sumber, sarana, dan tata-cara menggunakan sarana tersebut untuk mencapai pengetahuan ilmiah. Perbedaan mengenai pilihan landasan Koento Wibisono, âIlmu Pengetahuan, sebuah Sketsa umum mengenai Kelahiran dan Perkembangannya sebagai Pengantar untuk Memahami Filsafat Ilmuâ, dalam Koento Wibisono, Hubungan Filsafat, Ilmu Pengetahuan, dan Budaya, Hand Out, Yogyakarta Program Pascasarjana Filsafat UGM, 2005b, 10-11. Archie Bahm, J., What is Science, Albuquerge, New Mexico World Books, 1980, 36. Magnis Suseno, Filsafat sebagai Ilmu Kritis, Yogyakarta Kanisius, 1992. Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, Jakarta Sinar Harapan, 1984. Lihat Koento Wibisono, âIlmu Pengetahuan, sebuah Sketsa umum mengenai Kelahiran dan Perkembangannya sebagai Pengantar untuk Memahami Filsafat Ilmuâ, dalam Koento Wibisono, Hubungan Filsafat, Ilmu Pengetahuan, dan Budaya, 12-13. ontologik akan dengan sendirinya mengakibatkan perbedaan dalam menentukan sarana yang akan dipilih. Akal verstand, akal budi vernunft, pengalaman, atau kombinasi antara akal dan pengalaman, intuisi, merupakan sarana yang dimaksud dalam epistemologi, sehingga dikenal adanya model-model epistemologi seperti rasionalisme, empirisme, kritisisme atau rasionalisme kritis, positivisme, fenomenologi, eksistensialisme, konstruktivisme, dls. Aksiologi ilmu meliputi nilai-nilai values yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau keyataan sebagaimana dijumpai dalam kehidupan yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti, kawasan sosial, simbolik, atau fisik-material. Lebih Dari itu nilai-nilai juga ditunjukkan oleh aksiologi sebagai suatu âcondition sine quanonâ yang wajib dipatuhi dalam kegiatan manusia, baik dalam melakukan penelitian maupun dalam penerapan ilmu. Sementara itu objek material dari filsafat ilmu adalah segala ilmu pengetahuan. 2. Filsafat Ilmu Islam Filsafat ilmu dalam Islam mengenal tiga aliran besar; bayani telaah teks, irfani rasio-intuisi, dan burhani empiri. Paradigma filsafat ilmu Islam merentang dari empirik-sensual, empirik-logik, empirik-etik, dan empirik-transendental. Filsafat ilmu Barat tidak menyentuh dataran ilmu dalam Islam, oleh Noeng Muhadjir disebut dengan non-tasyriâ atau cum scientific dalam bahasa Mukti Ali. Hal ini meliputi tajdid dan ijtihad atau usaha pembaharuan. Ini bisa berupa pembuatan telaah secara baik dalam wujud tafsir atau taâwil dari wahyu pada persoalan yang bisa dijangkau akal; bukan persoalan yang ghaib seperti dzat Allah, sebab itu adalah urusan Allah, dan akal tidak akan dapat mencapai pemahaman yang baik, bahkan bisa mengarah pada kesesatan. Dalam bahasa Amin Abdullah, kawasan ilmu dalam Islam disebut dengan historisitas. Dalam perkembangannya, filsafat ilmu irfani menjurus dalam aksentuasi yang beragam. Irfani yang lebih menekankan intuisi berkembang ke ilmu kalam dengan telaah dialektik addalaalah dalil-dalil, yang akhirnya menolak telaah filsafat. Irfani yang dikembangkan dalam fiqh mengarah ke telaah dialektika al-âillah argumentasi; mendialektikakan antara kata dan makna. Irfani dalam tafsir mengarah ke epistemologi lughawiyah bahasa; membuat telaah tekstual dan menggunakan logika koherensi. Filsafat ilmu bayani menjadi aliran dominan dalam ulumiddin ilmu-ilmu agama. Irfani Noeng Muhadjir, Filsafat Islam Telaah Fungsional, Suplemen Filsafat Ilmu edisi II, Yogyakarta Rake Sarasin, 2003, 1. Lihat al-Qurâan al-Karim; lihat juga dalam Noeng Muhadjir, Ibid Amin Abdullah, Studi Agama Normativitas atau Historisitas, cet 2, Yogyakarta Pustaka Pelajar, 1999 berkembang secara beragam dan juga dominan dalam ulumiddin. Sementara burhani tidak begitu punya tempat untuk berkembang dalam ilmu Barat menempatkan empiri sebagai sarana yang dominan. Rasio perlu tunduk pada bukti empiri. Pada zaman Rasulullah Saw. banyak empiri menjadi landasan keputusan Rasul. Ketika Rasul menawarkan strategi perangnya, ada sahabat yang bertanya, apakah itu wahyu atau pendapat Rasul? Oleh karena itu pendapat Rasul maka Rasul menerima strategi yang ditawarkan oleh bahwa Yunani merupakan induknya ilmu murni, sedangkan Islam adalah induk teknologi. Mengapa umat Islam sekarang memusuhi teknologi? Memang iptek dahulu adalah teistik, sedang iptek sekarang sekuler. Tugas ilmuwan muslim adalah mengembalikan iptek menjadi teistik. Filsafat paripatetik diskusi jalan-jalan Yunani telah ditradisikan dalam filsafat Islam Andalusia, yang corak kerjanya dengan metode eksperimental dengan pembuktian logika matematik-korespondensi. Dapat dibayangkan bagaimana rumitnya matematika bila menggunakan angka lain selain Arab 0. Arti angka 0 memecahkan arti filsafat spekulatif Yunani; tidak ada yang demikian jalur tradisi keilmuan iptek sekarang adalah Yunani sebagai induk ilmu yang lebih konseptual teoritik. Sementara iptek yang sekarang berkembang dalam integrasi rasionalitas dengan pencermatan empirik-eksperimental telah dirintis ilmuwan Islam Andalusia. Persoalannya, mengapa Islam tertinggal saat ini? Umat Islam telah memilih menyelamatkan hidup di akhirat dan meninggalkan dunia. Padahal Allah telah menjanjikan bahwa hidup di dunia memberikan kebaikan bagi yang beriman dan yang tidak beriman. Kehidupan akhirat memberikan kebahagiaan bagi yang beriman. C. Sekilas tentang Ilmu Pengetahuan 1. Memahami Substansi Ilmu Pengetahuan Ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yang dapat diandalkan, sebab tubuh pengetahuannya bukan saja mempunyai kerangka pemikiran yang logis melainkan juga telah teruji. Ilmu pengetahuan merupakan produk dari proses berfikir, meski tidak semua kegiatan berfikir dapat digolongkan dalam pengetahuan ilmiah. Umpamanya saja lamunan, ini merupakan berfikir rasional tetapi tidak ilmiah karena tidak T. Jacob, ilmu pengetahuan merupakan suatu sistem yang dikembangkan manusia mengenai hidup dan lingkungannya, menyesuaikan diri dengan lingkungannya, serta menyesuaikan lingkungan dengan dirinya dalam rangka strategi pengembangan Noeng Muhadjir, 1 Telusuri di al-Hadits al-Nabawi; lihat juga dalam Noeng Muhadjir, Noeng Muhadjir, Ibid, 17-18. Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif Moral, Sosial, dan Politik Sebuah Dialog tentang Dunia Keilmuan Dewasa Ini, Jakarta PT. Gramedia, 1986, 19. T. Jacob, Manusia, Ilmu dan Teknologi, Pergumulan Abadi dalam Perang dan Damai, Yogyakarta PT. Tiara Wacana, 1988, 7-8. hidupnya. Sementara itu teknologi merupakan konsekwensi lebih lanjut yang merupakan penerapan daripada ilmu, baik modern maupun folk-science. Daoed Joesoef menambahkan bahwa ilmu pengetahuan adalah penerapan yang selogis mungkin dari nalar manusia. Nalar manusia di mana pun sama tetapi penerapannya berbeda. Bila sistem nilai berbeda antara masyarakat yang satu dengan yang lain, maka pengetahuan ilmiah dan mentalitas teknologi berbeda menurut tingkat kemajuan masyarakat yang bersangkutan. Untuk itu diperlukan pembentukan ilmu pengetahuan yang tidak hanya sebagai produk tetapi lebih sebagai proses. Tujuan ilmu pengetahuan adalah mencari penjelasan dari gejala-gejala yang ditemukan, yang memungkinkan untuk mengetahui sepenuhnya akan hakikat objek yang dihadapi. Pengetahuan itu memungkinkan manusia untuk mengerti dan memberikan alat untuk menguasai suatu masalah. Hal ini berlaku bagi ilmu-ilmu alam maupun demikian, dengan ilmu pengetahuan manusia tidak mutlak mengetahui segalanya, pengetahuan manusia tetap dalam koridor keterbatasan. Keterbatasan akan penguasaan ilmu pengetahuan mengingatkan kepada manusia bahwa ada sesuatu yang lebih tinggi darinya, yang mana akal manusia tidak mampu menjangkaunya. Orang yang mengekor pada ilmu pengetahuan secara membabi buta, akan terbentur pada satu permasalahan yang ia sendiri tidak mampu melampauinya. Dengan memahami hal ini maka manusia bisa merenung bahwa sebenarnya hal itu sudah diingatkan oleh sila I dari lima sila negara Indonesia, yakni Ketuhanan Yang Maha Esaâ. Daoed Joesoef melihat, bahwa dalam arti yang lengkap, ilmu pengetahuan mempunyai makna sebagai produk, proses, dan masyarakat. Ilmu pengetahuan sebagai produk maksudnya, pengetahuan yang telah diakui kebenarannya oleh masyarakat ilmuwan. Dari sini ilmu pengetahuan mengandung kemungkina untuk disepakati dan terbuka untuk diteliti, diuji atau dibantah orang lain. Oleh karena itu tidak mungkin suatu fakta ilmiah itu bersifat original, yang original adalah penemuan dari fakta ilmiah itu sendiri, sehingga timing dari suatu penemuan atau publikasi menjadi penting di sini. Ilmu pengetahuan sebagai proses maksudnya, kegiatan masyarakat yang dilakukan demi penemuan dan pemahaman dunia alami sebagaimana adanya dan bukan sebagaimana yang direkayasa/dimanipulasi. Metode ilmiah yang khas dipakai dalam proses ini adalah analisis rasional, objektif, sejauh mungkin bersifat impersonal, dari masalah-masalah yang dihadapi atau diamati. Bagi Thomas S. Kuhn, normal science adalah ilmu pengetahuan dalam artian proses penelitian. Ilmu pengetahuan sebagai masyarakat maksudnya, dunia pergaulan yang perilakunya diatur oleh empat ketentuan imperatif, yaitu universalisme, komunalisme, Daoed Joesoef , Pancasila, Kebudayaan, dan ilmu Pengetahuan, Pidato Kunci pada Seminar Nasional âPancasila sebagai Orientasi Pengembangan Ilmuâ, Yogyakarta Fakultas Filsafat UGM, 1986, 36. Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif Moral, Sosial, dan Politik Sebuah Dialog tentang Dunia Keilmuan Dewasa Ini, 95. Ibid, 25-26 tanpa pamrih, dan skeptisisme yang teratur. Universalisme berarti ilmu pengetahuan bebas dari warna kulit, ras, keturunan, maupun keyakinan keagamaan. Universal artinya ilmu pengetahuan bisa dipakai di tempat mana pun. Universalisme bukan dalam arti disiplin ilmunya, sebab disiplin ilmu bersifat plural sesuai dengan metode dan struktur yang mendasarinya. Komunalisme berarti ilmu pengetahuan merupakan milik masyarakat public knowledge. Tanpa pamrih berarti ilmu pengetahuan bukan propaganda untuk maksud-maksud busuk tertentu. Skeptisisme yang teratur berarti keinginan untuk mengetahui dan bertanya didasarkan pada nalar dan sistematika berfikir. Kenyataan telah menunjukkan bahwa kedudukan ilmu pengetahuan secara substantif dan bukan hanya sekedar sarana dalam kehidupan umat manusia telah menyentuh semua sendi dan segi kehidupan, dan pada gilirannya akan mengubah budaya manusia secara intensif. Tidak ada yang bisa membantah ungkapan; bahwa perkembangan ilmu pengetahuan telah mewarnai dunia secara dominan. 2. Ilmu Pengetahuan Mencapai Puncaknya di era Modern Perkembangan ilmu pengetahuan dan juga ilmu sosial dengan pendekatan empiris, mencapai bentuknya secara definitif dengan kehadiran Auguste Comte 1798-1857 dengan grand-theori-nya yang digelar dalam karyanya Cours de Philosophie Positive yang mengajarkan bahwa cara berfikir manusia, juga masyarakat di mana pun akan mencapai puncaknya pada tahap positif, setelah melalui tahap theologik dan metafisik. Istilah positif olehnya diberi arti eksplisit dengan muatan filsafati, yaitu menerangkan bahwa yang benar dan yang nyata haruslah konkret, eksak, akurat, dan memberi observasi, eksperimentasi, dan komparasi yang dipelopori Francis Bacon 1561-1626 juga ikut mendorong pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, dimana para ilmuwan setelahnya seperti Helmholtz, Pasteur, Darwin, Clerk Maxwell, berhasil menemukan hal-hal yang baru dalam penelitian ilmiahnya. Kesemuanya itu memberi isyarat bahwa dunia Barat telah berhasil melakukan tinggal landas untuk mengarungi dirgantara ilmu pengetahuan yang tiada bertepi. Battle Cry-nya Francis Bacon yang menyerukan bahwa âknowledge is powerâ bukan sekedar mitos, melainkan sudah menjadi etos. Hal itu telah melahirkan corak dan sikap pandang manusia yang meyakini kemampuan rasionalitasnya untuk menguasai dan meramalkan masa depan, dan dengan optimismenya, berinovasi secara kreatif untuk membuka rahasia-rahasia alam. Semenjak itu masyarakat Barat menjadi masyarakat yang tiada hari tanpa temuan-temuan baru yang muncul secara historis, kronologis, berurutan, dan berdampingan sebagai alternatif. âRevolusiâ ilmu pengetahuan telah berlanjut di abad ke-20 berkat teori relativitasnya Einstein yang telah merombak filsafat Newton yang semula dianggap sudah mapan, disamping teori kuantumnya yang telah mengubah persepsi dunia ilmu Koento Wibisono, âIlmu Pengetahuan, sebuah Sketsa umum mengenai Kelahiran dan Perkembangannya sebagai Pengantar untuk Memahami Filsafat Ilmuâ, dalam Koento Wibisono, Hubungan Filsafat, Ilmu Pengetahuan, dan Budaya, 8. Ibid, 6. pengetahuan tentang sifat-sifat dasar dan perilaku materi sedemikian rupa sehingga para pakar dapat melanjutkan penelitian-penelitiannya, dan berhasil mengembangkan ilmu-ilmu dasar seperti astronomi, fisika, kimia, biologi molekuler, sebagaimana hasilnya dapat âdinikmatiâ oleh manusia di abad ke-21 sekarang ini. Dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dengan temuan-temuan spektakulernya, rasa optimisme âdisamping pesimisme- merupakan sikap manusia masa kini yang di satu pihak telah meningkatkan fasilitas hidup, yang berarti menambah kenikmatan; namun di pihak lain gejala-gejala adanya dekadensi moral kemanusiaan menjadi semakin meningkat dengan akibat-akibat yang cukup fatal. Secara historis, pergulatan besar sumber pengetahuan yang menunjang kemajuan ilmu pengetahuan di era sekarang, dimulai dari Rasionalisme dengan tokohnya Rene Descartes, Empirisme dengan tokohnya John Locke, dan kritisisme dengan tokohnya Immanuel Kant. Pergulatan tersebut kemudian berpuncak pada pemikiran August Comte dengan aliran Positivisme-nya. Abad ke-19 bisa dikatakan sebagai abad Positivisme karena begitu kuat dan luasnya pengaruh aliran ini di abad modern. Ukuran kebenaran dinilai dari sudut positivistik-nya. Filsafat menjadi praktis bagi tingkah laku perbuatan manusia sehingga tidak lagi memandang penting berfikir Peranan Filsafat Ilmu bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan Pertumbuhan dan perkembangan iptek secara mendasar, menyeluruh, dan cepat telah dirasakan oleh umat manusia secara ambivalen, artinya kadang berdampak positif dan kadang negatif. Van Peursen telah melihat hal itu, sehingga ia menawarkan adanya hubungan antara pengetahuan dan perbuatan; ilmu pengetahuan dan etika. Hubungan ini merupakan keharusan dan urutannya menjadi ilmu pengetahuan, teknik, dan etika. Situasi dan kondisi sekarang berbeda dengan situasi dan kondisi masa silam. Dalam situasi saat ini, iptek telah menguasai kehidupan umat manusia. Meski demikian, cara hidup kurang dilandasi dengan suatu perangkat yang jelas dan mapan, dan hal itu sudah tidak mungkin dipertahankan jika tidak ingin menjadi budaknya ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri, dan jika tidak ingin menjadi orang yang bermasa depan tanpa ilmu secara canggih dengan kemampuan prediktifnya akan membantu manusia dalam mengelola kehidupan untuk meraih citra masa depan. Sesuatu yang dipertaruhkan adalah masa depan para generasi penerus yang pada saatnya harus siap melanjutkan kepemimpinan yang arif dalam mengelola kehidupan sebagai suatu bangsa yang besar dan terhormat. Koento Wibisono, Arti Perkembangan menurut Positivisme August Comte, cet 2, Yogyakarta Gadjah Mada University Press, 1996, 1. Van Peursen, Strategi Kebudayaan, terj. Dick Hartoko, Yogyakarta Kanisius, & BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1976, 179-180. Koento Wibisono, âIlmu Pengetahuan, sebuah Sketsa umum mengenai Kelahiran dan Perkembangannya sebagai Pengantar untuk Memahami Filsafat Ilmuâ, dalam Koento Wibisono, Hubungan Filsafat, Ilmu Pengetahuan, dan Budaya, 13. Dari situ, diperlukan sarana untuk membuat sang ilmuwan menjadi arif dan bijaksana. Diperlukan juga adanya sesuatu yang mendasari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi agar kehadirannya lebih banyak berimplikasi positif daripada negatifnya. Menurut beberapa pakar, bahwa yang bisa menjadikan tonggak aksiologis dalam mengarahkan perkembangan iptek secara positif untuk kepentingan umat manusia dan lingkungannya adalah filsafat ilmu ilmu tentang ilmu. 1. Dilema dan Strategi Pengembangan Ilmu Pengetahuan Kini ilmu telah menjelajahi lingkup yang amat luas dan mendalam, hingga menyentuh sendi-sendi kehidupan umat manusia yang paling dasariah, baik secara individu maupun sosial. Implikasi yang kini dirasakan ialah Pertama, ilmu yang satu sangat berkaitan dengan ilmu yang lain sehingga sulit ditarik batas antara ilmu dasar dan ilmu terapan; antara teori dan praktis. Kedua, dengan semakin kaburnya batas tadi, timbul permasalahan, sejauh mana sang ilmuwan terlibat dengan etik dan moral. Ketiga, dengan adanya implikasi yang begitu luas dan dalam terhadap kehidupan umat manusia, timbul pula permasalahan akan makna ilmu itu sendiri sebagai sesuatu yang membawa kemajuan atau malah itu, di satu sisi timbul gagasan ideal untuk mengembangkan perguruan tingi menjadi suatu lembaga penelitian yang canggih sebagaimana sering dikemukakan oleh berbagai pihak bahwa sudah tiba saatnya untuk mengarahkan suatu universitas menjadi âresearch universityâ. Di sisi lain sikap pandang âpragmatismeâ dan âtarget orientedâ juga mulai merebak di berbagai perguruan tinggi dengan munculnya pendirian berbagai macam program exstension dan program diploma serta program magister yang diarahkan untuk âmeningkatkan kualitas suatu profesiâ tertentu. Implikasi yang timbul, menurut Koento Wibisono, ialah bahwa keterampilan untuk memenuhi kebutuhan pasaran tenaga kerja dibekalkan tanpa disertai wawasan ilmiah yang dibutuhkan bagi penerapan suatu profesi. Etik dan moral akademik menjadi sering terabaikan; sepi dari perhatian. Bagaimanapun, ilmu pengetahuan harus tetap dikembangkan dengan beragam strateginya. Mengenai strategi pengembangan ilmu, dewasa ini terdapat adanya tiga macam pendapat. Pertama, pendapat yang menyatakan bahwa ilmu berkembang secara otonom dan tertutup, dalam arti pengaruh konteks dibatasi atau bahkan disingkirkan. âScience for the sake of science onlyâ merupakan semboyan yang Wibisono, Ilmu Filsafat dan Aktualitasnya dalam Pembangunan Nasional Suatu Tinjauan dari Sudut Tradisi Pemikiran Barat, Yogyakarta Gadjah Mada University Press, 1985, 5-6. Koento Wibisono, Pengertian tentang Filsafat, 1. Koento Wibisono, âIlmu Pengetahuan, sebuah Sketsa umum mengenai Kelahiran dan Perkembangannya sebagai Pengantar untuk Memahami Filsafat Ilmuâ, dalam Koento Wibisono, Hubungan Filsafat, Ilmu Pengetahuan, dan Budaya, 13. Kedua, pendapat yang menyatakan bahwa ilmu lebur dalam konteks, tidak hanya memberikan refleksi, tetapi juga memberikan justifikasi. Dengan ini ilmu cenderung memasuki kawasan untuk menjadikan dirinya sebagai ideolog. Ketiga, pendapat yang menyatakan bahwa ilmu dan konteks saling meresapi dan saling memberi pengaruh untuk menjaga dirinya beserta temuan-temuannya agar tidak terjebak dalam kemiskinan relevansi dan aktualisasinya. âScience for the sake of human progressâ adalah pendiriannya. Dalam pada itu Koento Wibisono melanjutkan, bahwa sebagaimana adanya dampak pengaruh globalisasi -baik positif maupun negatif- yang tidak dapat dielakkan, maka tidak dapat dihindarkan pula adanya urgensi untuk mengembangkan ilmu dengan asumsi dasar filsafatnya tidak hanya atas dasar metodologi yang dibatasi oleh context of justification, melainkan juga atas dasar heuristic pemahaman baru yang bergerak dalam context of discovery. 2. Peranan Filsafat Ilmu Dengan menunjukkan sketsa umum gambaran secara garis besar mengenai perkembangan ilmu pengetahuan yang pada gilirannya melahirkan suatu cabang filsafat ilmu, kiranya menjadi jelas bahwa filsafat ilmu bukanlah sekedar metode atau tata-cara penulisan karya ilmiah atau pun penelitian. Filsafat ilmu adalah refleksi filsafati yang tidak pernah mengenal titik henti dalam menjelajahi kawasan ilmiah untuk mencapai kebenaran atau kenyataan, sesuatu yang memang tidak pernah akan habis difikirkan dan tidak pernah akan selesai Partadiredja dalam pidato pengukuhannya selaku guru besar ekonomi di UGM mendambakan ilmu ekonomi yang tidak mengajarkan merupakan suara segar dalam kemandulan perhatian ilmuwan kepada masalah moral. Terlepas dari semantik kata-kata, yang jelas ungkapan Ace mengajak manusia bahwa di samping cerdas juga harus bermoral luhur. Menurut hematnya, bahwa tujuan pendidikan moral tersebut dapat dicapai dengan peningkatan kekuatan penalaran ilmiah, yakni melalui pemberian materi ajar filsafat ilmu. Filsafat ilmu diharapkan dapat berdiri di tengah-tengah ilmu-ilmu pengetahuan. Di sini bukan berarti filsafat ilmu menjadi semacam puncak ekstasi rasional ilmu-ilmu, mahkota ilmu-ilmu, atau ratu ilmu-ilmu; status simbolis yang boleh diagungkan, meski tak punya tangan untuk berbuat. Filsafat ilmu kritis yang dimaksud di sini adalah memiliki fungsi reflektif dan pragmatis, yaitu menempatkan klaim-klaim analitis ilmu-ilmu Ibid, 14. Koento Wibisono, âIlmu Pengetahuan, sebuah Sketsa umum mengenai Kelahiran dan Perkembangannya sebagai Pengantar untuk Memahami Filsafat Ilmuâ, dalam Koento Wibisono, Hubungan Filsafat, Ilmu Pengetahuan, dan Budaya, 14. Kompas, 25 Mei 1981; lihat juga dalam Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif Moral, Sosial, dan Politik Sebuah Dialog tentang Dunia Keilmuan Dewasa Ini, 13. Hardiman, Melampaui Positivisme dan Modernitas, Yogyakarta Kanisius, 2003, 19. pengetahuan dalam rangka proses transformasi abadi masyarakat dan umat manusia. Dengan demikian filsafat ilmu memberikan teoritis-etis bagi ilmu-ilmu pengetahuan dan masyarakat. Menurut Poespoprojo, hakikat ilmu adalah persoalan fundamental dan kebenaran universal yang implisit melekat di dalam dirinya. Dengan memahami filsafat ilmu, berarti memahami seluk-beluk ilmu yang paling mendasar, sehingga dapat dipahami pula perspektif ilmu, pengembangannya, keterjalinan antar cabang ilmu yang satu dengan yang lain, serta simplifikasi dan artifisialitasnya. Itulah sebabnya aktualitas filsafat ilmu semakin terasa. Dengan filsafat ilmu manusia akan semakin dapat memperluas cakrawala wawasan ilmiahnya. Ketajaman refleksi, kedalaman imajinasi, kepekaan intuisi manusia akan terpacu sedemikian rupa sehingga terhindar dari bahaya kerabunan intelektual, simplifisme berfikir yang memuakkan, kehanyutan dalam arus konservatisme ilmu yang timbul karena ilmu dipandang sebagai kata benda noun atau barang jadi taken forgranted yang sudah selesai, mandeg dan filsafat ilmu manusia juga akan mampu mensublimasikan disiplin ilmu yang menjadi tanggung jawabnya masing-masing, dan mengangkatnya ke dataran filsafati, sehingga manusia dapat memahami perspektif serta berbagai kemungkinan arah pengembangannya; supaya manusia bisa melakukan spekulasi-spekulasi yang mendalam guna menemukan teori-teori atau paradigma-paradigma baru yang tepat-guna bagi kepentingan umat manusia. Tanpa kesanggupan itu manusia akan hanya menjadi konsumen ilmu orang lain, membeo, menjadi his masterâs voiceâ-nya orang lain, itu pun masih dengan kemungkinan adanya distorsi ilmiah, karena lemahnya pemahaman atau penguasaan dalam bahasa asing. Adalah tugas filsafat ilmu di tengah-tengah ilmu-ilmu untuk mengembalikan kecanggihan konseptual yang berlebihan pada pangkalnya yang sederhana namun fundamental, menyingkapkan kaitan klaim objektif dengan matra kekuasaan dan kepentingan, dan pada gilirannya membantu proses pemahaman dan peningkatan diri dan perkembangannya filsafat ilmu juga mengarahkan ilmuwan pada strategi pengembangan ilmu, yang menyangkut etik dan heuristik, bahkan sampai pada dimensi kebudayaan untuk menangkap -tidak saja kegunaan atau kemanfaatan ilmu -tetapi juga arti dan maknanya bagi kehidupan umat manusia. Dari situ dapat diketahui, betapa pentingnya kedudukan filsafat ilmu dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Poespoprojo, âAktualitas Filsafat Ilmu ke Arah Kemasakan Praktek dan Pengelolaan Ilmuâ, dalam Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif Moral, Sosial, dan Politik, Jakarta Gramedia, 1986, 14. Koento Wibisono, âIlmu Pengetahuan, sebuah Sketsa umum mengenai Kelahiran dan Perkembangannya sebagai Pengantar untuk Memahami Filsafat Ilmuâ, dalam Koento Wibisono, Hubungan Filsafat, Ilmu Pengetahuan, dan Budaya, 6. Hardiman, 20. E. Catatan Akhir Kritik dan Saran mengenai Filsafat Ilmu Dari uraian panjang di atas, penulis dan pembaca dapat mengetahui betapa pentingnya kedudukan filsafat ilmu dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Filsafat ilmu mampu berperan sebagai mitra dialog yang kritis, penegas nilai moral-aksiologis, dan masih banyak lagi bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Meski demikian ada beberapa catatan kritis dan saran mengenai filsafat ilmu di bawah ini. Dewasa ini filsafat ilmu diberikan secara sporadic pada setiap jenjang pendidikan, khususnya perguruan tinggi. Akan tetapi, materi filsafat ilmu yang diberikan terlalu menekankan aspek penalarannya dan kurang memperhatikan aspek moral keilmuannya. Cara penyampaian yang sukar dan kurang memperhatikan aspirasi atau cara berfikir peserta didik menjadikan filsafat ilmu sebagai objek yang kurang menarik. Sebagai dasar bagi proses pendidikan yang menghasilkan manusia -yang disamping cerdas dan terampil juga bermoral luhur- maka disarankan agar diberikan filsafat ilmu pada semua tingkatan pendidikan dengan tujuan/metode instruksional yang memperhatikan berbagai matakuliah filsafat ilmu dengan berbagai perbaikan di dalamnya ke dalam kurikulum pendidikan adalah amat tepat, dalam rangka peningkatan mutu akademik, sebab filsafat ilmu berperan dalam meningkatkan mutu pendidikan tinggi dan paradigma manusia Indonesia seutuhnyaâ yang dalam penalarannya diharapkan mampu melakukan terobosan ke kawasan yang paling mendasar untuk memahami hakikat ilmu sampai pada batas yang ultimate. Poesporodjo, Dosen Universitas Padjadjaran, yang kemudian dikutip oleh Koento Wibisono, menyatakan bahwa bagi para sarjana, lebih-lebih kandidat doctor, harinya sudah terlalu siang untuk tidak mengetahui hakikat ilmu, posisi ilmu dalam cakrawala pengetahuan manusia, peran ilmu bagi eksistensi manusia. Dengan memahami seluk beluk ilmu secara ilmiah-filsafati, tanpa harus menjadi seorang filsuf, akan menjadikan diri manusia sebagai ilmuwan yang arif, terhindar dari kecongkakan intelektual yang memuakkan, dan tidak hanyut dalam biduk tradisi yang memandang ilmu sebagai barang jadi, mandeg, dan hanya sebagai hafalan. Jujun S. S., Ilmu dalam Perspektif Moral, Sosial, dan Politik Sebuah Dialog tentang Dunia Keilmuan Dewasa Ini, 13-14. Koento Wibisono, âIlmu Pengetahuan, sebuah Sketsa umum mengenai Kelahiran dan Perkembangannya sebagai Pengantar untuk Memahami Filsafat Ilmuâ, dalam Koento Wibisono, Hubungan Filsafat, Ilmu Pengetahuan, dan Budaya, 14-15. Bandingkan dengan pandangan Prof. Djohar, Materi Perkuliahan Filsafat Ilmu, Yogyakarta PPS UNY, 2007. DAFTAR PUSTAKA Al-Qurâan al-Karim Al-Hadits al-Nabawi Amin Abdullah, 1999, Studi Agama Normativitas atau Historisitas, cet 2, Yogyakarta Pustaka Pelajar. Bahm, Archie, 1980, What is Science, Albuquerge, New Mexico World Books. Daoed Joesoef, 1986, Pancasila, Kebudayaan, dan ilmu Pengetahuan, Pidato Kunci pada Seminar Nasional âPancasila sebagai Orientasi Pengembangan Ilmuâ, Yogyakarta Fakultas Filsafat UGM. Djohar, Prof., 2007, Materi Perkuliahan Filsafat Ilmu, Yogyakarta PPS UNY. Hardiman, 2003, Melampaui Positivisme dan Modernitas, Yogyakarta Kanisius. Jujun S. Suriasumantri, 1984, Filsafat Ilmu, Jakarta Sinar Harapan. ______, 1986, Ilmu dalam Perspektif Moral, Sosial, dan Politik Sebuah Dialog tentang Dunia Keilmuan Dewasa Ini, Jakarta PT. Gramedia. Koento Wibisono, 1985, Ilmu Filsafat dan Aktualitasnya dalam Pembangunan Nasional Suatu Tinjauan dari Sudut Tradisi Pemikiran Barat, Yogyakarta Gadjah Mada University Press. ______, 1996, Arti Perkembangan menurut Positivisme August Comte, cet 2, Yogyakarta Gadjah Mada University Press. ______, 2005a, Pengertian tentang Filsafat, Hand Out, Yogyakarta Program Pascasarjana Filsafat UGM. ______, 2005b, âIlmu Pengetahuan, sebuah Sketsa umum mengenai Kelahiran dan Perkembangannya sebagai Pengantar untuk Memahami Filsafat Ilmuâ, dalam Koento Wibisono, Hubungan Filsafat, Ilmu Pengetahuan, dan Budaya, Hand Out, Yogyakarta Program Pascasarjana Filsafat UGM. Kompas, 25 Mei 1981. Magnis Suseno, 1992, Filsafat sebagai Ilmu Kritis, Yogyakarta Kanisius. Noeng Muhadjir, 2003, Filsafat Islam Telaah Fungsional, Suplemen Filsafat Ilmu edisi II, Yogyakarta Rake Sarasin. Poespoprojo, 1986, âAktualitas Filsafat Ilmu ke Arah Kemasakan Praktek dan Pengelolaan Ilmuâ, dalam Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif Moral, Sosial, dan Politik, Jakarta Gramedia. T. Jacob, 1988, Manusia, Ilmu dan Teknologi, Pergumulan Abadi dalam Perang dan Damai, Yogyakarta PT. Tiara Wacana. ______, âEtika Ilmiah dan Pancasilaâ, dalam Soeroso dkk., Pancasila sebagai Orientasi Pengembangan Ilmu, Yogyakarta Kedaulatan Rakyat. Van Peursen, 1976, Strategi Kebudayaan, terj. Dick Hartoko, Yogyakarta Kanisius, & BPK Gunung Mulia, Jakarta ... Filsafat adalah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam tentang sesuatu sampai ke akar-akarnya Rofiq, 2018. Sesuatu yang dipikirkan tersebut bisa saja mengenai sesuatu hal yang terlihat dan terasa di sekitar manusia dan hal tersebut akan menjadi pengetahuan bagi manusia. ...... Berpikir atau berfilsafat merupakan landasan awal manusia meraih pengetahuan dan membentuknya menjadi ilmu Rofiq, 2018. Ilmu sangat erat kaitannya dengan pendidikan dan dialah objek utamanya. ...... Dapat disimpulkan filsafat merupakan dasar pengetahuan mengapa manusia berpikir, belajar dan berpendidikan Rofiq, 2018. Dalam proses pendidikan bahasa, dengan landasan filsafat atau berpikir lebih dalam, maka guru selalu berusaha menyelesaikan permasalahan pendidikan secara ilmiah dan sistematis serta mencari solusi yang inovatif untuk memberikan pembelajaran bahasa. ...Vonny ArdielMuhammad ZaimHarris Effendi ThahaDewi AsmawatiBerpikir atau berfilsafat merupakan landasan awal manusia meraih pengetahuan dan membentuknya menjadi ilmu. Untuk melaksanakan proses pembelajaran bahasa asing dibutuhkan proses berfikir atau berfilsafah agar bisa memahami pengetahuan linguitik dan implikasinya dalam pembelajaran. Permasalahan yang dihadapi para pengajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing adalah kurangnya pemahaman dan pemikian secara mendalam terhadap dasar ilmu linguistik dari bahasa asing tersebut. Oleh karena itu akan berdampak kepada sulitnya pencapaian pemerolehan bahasa asing tersebut oleh peserta didik. Penelusuran pustaka dan referensi dilakukan untuk memecahkan permasalahan ini. Penulis menelusuri artikel yang mengkaji dan membahas temuan secara konseptual implikasi linguistik dalam tatabahasa pedagogis. Hasil penelusuran yang ditemukan bahwa perlu pemahaman mendalam tentang linguistik oleh pengajar dan pelajar bahasa. Implikasi linguistik tersebut dituangkan dalam tatabahasa pedagogis. Inovasi dan pembaharuan juga menjadi kebutuhan pembelajar terhadap tatabahasa pedagogis bahasa ibu, bahasa kedua dan bahasa asing. Pembelajaran virtual hadir dengan beragam media onffline maupun online yang dimanfaatkan pengajar. Dengan aneka ragam media yang hadir sistem pembelajaran ini menantang guru untuk menyusun materi ajar dalam konsep tatabahasa pedagogis untuk pembelajaran bahasa Inggris Perlu diperluas setiap kajian, harus kontemporer mengkaji secara itensif topik masa kini, Tema memerlukan perihal objek dari setiap masalah, Judul perlu disesuaikan dengan tema yang di teliti, Judul Sudah menarik tercermin pembahasan, Perlunya kesesuaian dengan tujuan dan metodelogi, Perlunya membandingkan judul dengan beberapa yang pernah dituliskan... Seiring dengan perkembangan zaman, ilmu menjadi aspek utama dalam seluruh perkembangan peradaban di dunia yang kemudian memengaruhi perkembangan berbagai aspek, diantaranya pendidikan, teknologi, dan budaya Wahyudi, 2016. Pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah berlangsung secara cepat dan menyeluruh hingga dampaknya terasa oleh umat manusia secara ambivalen Rofiq, 2018. Makna ambivalen berarti bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat berdampak positif dan negatif. ...Muh Irfhan MuktapaPerkembangan ilmu juga mengiringi perkembangan masyarakat modern. Ilmu pengetahuan yang berkembang dan membawa perubahan bagi manusia justru menyebabkan pergeseran persoalan dari aspek materiil menjadi aspek mental. Pengembangan ilmu dan teknologi modern yang begitu pesat cenderung tidak memperhatikan aspek sistem nilai baik nilai etis maupun nilai agama, sehingga muncullah degradasi moral manusia. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji implikasi filsafat ilmu dalam pengembangan etika keilmuan modern. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah study literature. Adapun analisis pembahasan menujukkan bahwa filsafat ilmu harus diintegrasikan secara filsafati agar dapat mewujudkan fungsi keilmuan terutama dalam aspek moral, intelektual, dan sosial. Hal ini disebabkan karena ilmu bersifat netral dan tidak bermakna baik atau buruk mengingat pemilik ilmulah yang berhak menentukan sikap. Pemanfaatan ilmu bagi kehidupan manusia bergantung pada operasional si pemilik ilmu dan kontribusinya dalam persoalan kehidupan manusia. Seiring perkembangan ilmu maka filsafat ilmulah yang berperan mewujudkan etika keilmuan yang baik. Keberadaan filsafat ilmu bertujuan untuk mengembalikan ruh keilmuan agar tetap mendorong manusia berpikir dan berperilaku arif dan bijaksana.... Departing from the critical discourse of the higher education academic community, one of which is the discipline of philosophy, where since the renaissance period followed by Aufklarung XVIII M, began to separate from science and technology science and technology. It is evident from here, that in the West, human civilization has developed rapidly, marked by spectacular discoveries in the medieval Islamic period Rofiq, 2018. ... Mukti AliHasan MaftuhMuhamad Mustholiq AlwiPurpose - People who live on the slopes of Merapi Volcano apply religious moderation behavior by respecting traditions and other thoughts. The purpose of this study was to find out the tradition and communication of religious moderation in the community on the slopes of Merapi - The research uses the descriptive-qualitative method. The research location took place in the Srumbung sub-district, Magelang district. Data was collected through interviews, observation, and documentation. Informants in this study were young people and community leaders in the - The results of this study indicate that there are two characteristics of the community thought traditions in the implementation of religious moderation, namely people who can apply this concept well and thoroughly, and there are people who are against the concept of religious moderation, who tend to be intolerant towards diversity and differences of opinion and - The contribution of this study on religious moderation has become a barrier to critical thinking discourses that are currently developing. Religious moderation is an alternative solution to the current trend of thought, such as radical, liberal, and even fundamental ways of - This study looks at the traditions of thought developing in the community. Furthermore, this research aims to look at the communication of religious moderation of da'wah in society. The sociological perspective as a research approach is expected to be able to find social facts found in society.***Tujuan - Masyarakat yang tinggal di lereng Gunung Merapi menerapkan perilaku moderasi beragama dengan menghargai tradisi dan pemikiran lain. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tradisi dan komunikasi moderasi beragama pada masyarakat di lereng Gunung - Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-kualitatif. Lokasi penelitian berlangsung di Kecamatan Srumbung Kabupaten Magelang. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Informan dalam penelitian ini adalah para pemuda dan tokoh masyarakat di desa - Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat dua ciri tradisi pemikiran masyarakat dalam penerapan moderasi beragama, yaitu masyarakat yang dapat menerapkan konsep ini dengan baik dan tuntas, dan terdapat masyarakat yang menentang konsep moderasi beragama, yang cenderung tidak toleran terhadap keragaman dan perbedaan pendapat dan - Kontribusi kajian tentang moderasi beragama ini menjadi penghambat wacana berpikir kritis yang berkembang saat ini. Moderasi beragama merupakan solusi alternatif dari pola pikir yang berkembang saat ini, seperti cara berpikir radikal, liberal, bahkan - Kajian ini melihat tradisi pemikiran yang berkembang di masyarakat. Selanjutnya, penelitian ini bertujuan untuk melihat komunikasi moderasi dakwah dakwah di masyarakat. Perspektif sosiologis sebagai pendekatan penelitian diharapkan mampu menemukan fakta-fakta sosial yang ditemukan di masyarakat.... In line with the explanation above, Thomas Lickona said that in general people view the family as the most important source of moral education for children Rofiq, 2018. They were the first teachers to educate morals. ...Abroto AbrotoAninditya Sri NugraheniRizka Febriyani AwliyahGuidance of attention instruction is needed by a child because it greatly affects the behavior of a person's manners. A very important parental obligation is the cultivation of moral values. The research methods used in this research are the method of literature study literature and the approach used is qualitative approach. The purpose of this study is how important a family is in moral value education for children from childhood. How influential a family is on the growth of a child's moral values is enormous, because the family is the first environment that shapes the character of a child. Some fundamental aspects become the necessity of the family or parents when cultivating a moral attitude in the child, namely first, the value of honesty. Both are courtesy to the older man. The third is always taught with a sense of iklas in doing something. And most importantly upbringing in planting aqidah so as not to falter with the changing times... Proses aktualisasi ilmu dalam Islam oleh Mukti Ali disebut sebagai cum scientifik sehingga dalam hal tersebut memungkinkan terjadinya tajdid atau ijtihad. Rofiq, 2018. ...Jurnal ini digunakan untuk meneliti dan mengetahui tentang pengaruh ilmu filsafat dalam perkembangan ilmu psikologi yang didasarkan pada analisis sejarah perkembangan filsafat dan munculnya ilmu psikologi dan hubungan antara ilmu filsafat dengan psikologi. Dalam jurnal akan membahas dan menekankan tentang sejarah filsafat dan perkembangannya, muncul atau asal mula terbentuknya ilmu psikologi, perkembangan ilmu psikologi, aliran-aliran ilmuwan psikologi, dan hubungan antara filsafat dengan psikologi. Jurnal dibuat dengan melakukan studi literatur dari berbagai sumber yang digunakan untuk mengumpulkan data atau informasi. Menggunakan beberapa kajian dan atau penelitian terdahulu sebagai sumber acuan atau referensi dalam pembuatan dan atau penyusunan jurnal. Kemunculan dan perkembangan ilmu psikologi tidak terlepas dari adanya ilmu filsafat karena pada dasarnya ilmu psikologi merupakan bagian dari perkembangan ilmu filsafat. Ilmu psikologi kemudian berdiri sendiri dan memisahkan diri dari filsafat. Ilmu psikologi semakin berkembang pesat dan memunculkan atau menciptakan berbagai aliran baru dari peneliti atau ilmuwan yang digunakan dan diterapkan dalam perkembangan kehidupan manusia hingga saat ini. Dapat disimpulkan bahwa perkembangan ilmu psikologi sangat dipengaruhi dan didasari oleh ilmu filsafat, karena psikologi merupakan bagian dari filsafat. Sehingga, ilmu psikologi tidak dapat dipisahkan dengan filsafat. Perkembangan ilmu psikologi juga banyak berpengaruh dan berperan dalam keberlangsungan kehidupan manusia dari dulu hingga saat Perkembangan psikologi sangat dipengaruhi oleh logika dan filsafat ilmu yang juga merupakan cabang filsafat. Filsafat ilmu adalah cabang filsafat yang berencana untuk mempertimbangkan konsep-konsep yang dianut oleh para ilmuwan, seperti konsep metode, objektivitas, inferensi, dan konsep standar kebenaran suatu pernyataan ilmiah. Hal ini penting agar peneliti dapat lebih kritis melihat model penelitiannya dan mengembangkannya sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Tentu saja, psikolog seperti ilmuwan juga membutuhkan keterampilan berpikir yang disediakan oleh filsafat sains ini. Tujuannya adalah menyadarkan para psikolog bahwa sains tidak pernah bisa mencapai kepastian absolut, tetapi hanya pada tingkat probabilitas. Dengan demikian, para psikolog dapat menjadi ilmuwan rendah hati yang sadar akan batas-batas pengetahuannya dan menjauhi saintisme, yakni sikap memuja sains sebagai satu-satunya sumber kebenaran. Penelitian psikologi diartikan sebagai sebuah penelitian sistematis yang menggambarkan, menjelaskan, meramalkan dan mengarahkan aktivitas mental dan perilaku manusia, baik yang dapat diraba dan diukur maupun yang tidak dapat dilihat dan diukur. Dalam melakukan penelitian ilmuwan psikologi dan juga psikolog pada berbagai bidang, harus mempertimbangkan landasan-landasan filsafat ilmu seperti ontologi, epistemologi, dan aksiologi pengetahuannya untuk memahami batasan penelitian psikologi. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui peran filsafat ilmu dan logika dalam suatu penelitian psikologi. Metode yang digunakan penelitian ini adalah kualitatif. Data yang diambil berdasarkan penelitian ini adalah penelitian kepustakaan Library Research. Kata kunci filsafat ilmu, logika, penelitian psikologi Abstract. The development of psychology is strongly influenced by logic and philosophy of science which is also a branch of philosophy. Philosophy of science is a branch of philosophy that plans to consider concepts held by scientists, such as the concept of method, objectivity, inference, and the standard concept of the truth of a scientific statement. This is important so that researchers can more critically look at their research models and develop them according to the needs of society. Of course, psychologists like scientists also need the thinking skills provided by this philosophy of science. Its goal is to make psychologists aware that science can never reach absolute certainty, but only at the level of probability. Thus, psychologists can become humble scientists who are aware of the limits of their knowledge and stay away from scientism, namely the attitude of worshiping science as the only source of truth. Psychological research is defined as a systematic research that describes, explains, predicts and directs mental activity and human behavior, both tangible and measurable as well as those that cannotPhilosophy of science is a branch of philosophy that emerged in the late 19th or 20th century and reached its climax in the 19th century during the time of August Comte and his followers. This inspired the birth of the philosophy of science which in turn occupies a very urgent important place in science. The first discussion in this paper begins with the history of psychology as part of philosophy. In this stage of its development, psychology became separated from philosophy. However, the development of psychology from the past until now is still not free from the influence of philosophy. The development of psychology from its beginnings in philosophy to its development gave rise to many streams. The schools of modern psychology that later emerged were behaviorism with the character John Watson, Gestalt with the character Max Wertheimer, humanism with the character Maslow, cognitive with the character George Miller, and psychoanalytic with the character Freud. The method in this study uses library research. The data in this study are books and journals that are relevant to philosophy and psychology. The results of the research show that in this modern era, philosophy is used as a philosophical foundation in relation to the development of psychology in general, especially each of the schools of psychology, as well as several forms of applied psychology. Abstrak Filsafat ilmu adalah cabang filsafat yang muncul pada akhir abad ke-19 atau sekitar abad ke-20 dan mencapai klimaksnya di abad ke-19 di masa August Comte dan para pengikutnya. Hal ini mengilhami lahirnya filsafat ilmu yang pada gilirannya menempati tempat yang sangat urgen penting dalam ilmu pengetahuan. Pembahasan pertama dalam penulisan ini diawali dengan sejarah psikologi sebagai bagian dari filsafat. Dalam tahap perkembangannya, psikologi menjadi terpisah dari filsafat. Namun, perkembangan psikologi dari dulu hingga sekarang masih tidak lepas dari pengaruh filsafat. Perkembangan psikologi dari awal mulanya dalam filsafat hingga perkembangannya memunculkan banyak aliran. Aliran-aliran psikologi modern yang kemudian muncul adalah behaviorisme dengan tokohnya John Watson, Gestalt dengan tokohnya Max Wertheimer, humanisme dengan tokohnya Maslow, kognitif dengan tokohnya George Miller, dan psikoanalitik dengan tokohnya Freud. Metode dalam kajian ini menggunakan penelitian kepustakaan. Data dalam penelitian ini adalah buku dan jurnal yang relevan dengan filsafat dan psikologi. Hasil penelitian menunjukan dalam era modern ini, ilmu filsafat dijadikan sebagai landasan filosofik dalam kaitannya pada perkembangan psikologiTuti ErnawatiSalminawati SalminawatiEpistemology related to philosophy can be likened to a branching tree. The tree of philosophy has branches in the form of subdisciplines. Philosophy of science, ethics, aesthetics, philosophical anthropology and metaphysics. Epistemology as a branch of philosophy is devoted to the sources of knowledge. To arrive at an understanding of Islamic epistemology, it is necessary to use a genetivus subjectivus approach, which places Islam as the subject and object of epistemology. Epistemology as a result of human reason does not intend to interpret Islam, but aims at how to acquire knowledge, how the methodology of knowledge, the nature of knowledge and so on related to epistemology. So by itself Islamic epistemology studies Islam itself, or in other words epistemology according to Islam. This formulation makes a distinction between Islamic epistemology in general. Islamic epistemology in addition to general epistemology concerns relevance as a source of knowledge and inspiration. Epistemology generally assumes that truth is human-centered because humans have the authority to determine knowledge. This paper tries to compare epistemology in the Islamic and Western worlds as teaching the conception of thinking for elementary age children. Kosma ManurungResearch methods are an integral part of science. The research method has an important meaning in terms of helping to understand, work on, assess, and the basis of the validity of a scientific work. The purpose of this study is to describe the use of qualitative research methods among theological colleges. This article uses descriptive methods and literature review. Based on the results of the discussion of this article, it can be concluded that the use of qualitative methods in theological high school environment is generally used in two types of research, namely based on field research and based on literature research. Qualitative methods based on field research can use phenomenology, grounded theory, ethnography, and case studies. While the qualitative methods used in theological high school environment based on literature research can be in the form of narrative, description, literature review, and exegesis. Metode penelitian adalah bagian yang tak terpisahkan dari ilmu pengetahuan. Metode penelitian memiliki arti penting dalam hal untuk membantu memahami, mengerjakan, menilai, dan landasan keabsahan sebuah karya ilmiah. Maksud dari penelitian ini ingin mengambarkan penggunaan metode penelitian kualitatif di kalangan sekolah tinggi teologi. Artikel ini menggunakan metode deskriptif dan kajian literatur. Berdasarkan hasil pembahasan artikel ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode kualitatif di lingkungan sekolah tinggi teologi secara umum digunakan dalam dua macam penelitian yaitu berdasarkan penelitian lapangan dan berdasarkan penelitian literatur. Metode kualitatif berdasarkan penelitian lapangan bisa menggunakan fenomenologi, grounded theory, etnografi, dan studi kasus. Sedangkan metode kualitatif yang digunakan di lingkungan sekolah tinggi teologi berdasarkan penelitian literatur bisa berupa narasi, deskripsi, kajian literatur, dan BahmBahm, Archie, 1980, What is Science, Albuquerge, New Mexico World Books.S JujunSuriasumantriJujun S. Suriasumantri, 1984, Filsafat Ilmu, Jakarta Sinar Harapan.Ilmu Filsafat dan Aktualitasnya dalam Pembangunan NasionalKoento WibisonoKoento Wibisono, 1985, Ilmu Filsafat dan Aktualitasnya dalam Pembangunan Nasional Suatu Tinjauan dari Sudut Tradisi Pemikiran Barat, Yogyakarta Gadjah Mada University Press.Arti Perkembangan menurut Positivisme August Comte______, 1996, Arti Perkembangan menurut Positivisme August Comte, cet 2, Yogyakarta Gadjah Mada University Press.
ProblemEtika Dalam Pengembangan Serta Pemanfaatan Ilmu Pengetahuan. October 30, 2018. uai. Selasa (30/10)- Perkembangan ilmu pengetahuan yang begitu pesat merupakan bagian dari perjalanan panjang sejarah peradaban manusia dari masa pra modern sampai era mutakhir dewasa ini. Adanya perkembangan teori biologi modern yang begitu pesat bagi
Sejarah Perkembangan Ilmu PengetahuanAbstract. This article focuses on the history of development of science. It firstly discusses the relation between human being and their efforts to know environment around them and to solve their daily problems by trial and error method. The next generation develops their inventions by examining, researching, and inventing the new one. It secondly proves that knowledge and sciences are across culture and civilization by explanations of development of sciences from ancient era like Egypt and Greek to medieval era like Islam and Medieval Europe and their last transformation to Modern Europe and contemporary Western history, knowledge, science, ancient civilizations, medieval era of Islam, modern Europe, contemporary Western civilizationPendahuluan âSejarah tertulis berisi rekaman yang sangat sporadis dan tidak lengkapâ, demikian Gordon Childe menulis, âtentang apa yang telah manusia lakukan di pelbagai belahan dunia selama lima ribu tahun terakhirâ.[1]Idealnya sejarah adalah rekaman tentang semua rentetan peristiwa yang telah terjadi, yang berfungsi sebagai pengungkap segala sesuatu sesuai dengan fakta yang ada tanpa distorsi sedikitpun, tetapi pada kenyataannya ia hanya mengungkap sebagian rentetan peristiwa tersebut dan tidak bisa lepas sepenuhnya dari rekayasa yang biasanya dilakukan oleh penguasa politik. Meskipun fenomena semacam ini pernah terjadi, tetapi hal ini tidak bisa dianggap sebagai persoalan remeh bahkan harus diluruskan, karena menyangkut dan memengaruhi kehidupan generasi selanjutnya sebagai aktor sejarah berikutnya. Apalagi sejarah yang dimaksud adalah sejarah tentang ilmu pengetahuan yang merupakan faktor penting dalam kehidupan manusia. Dengan demikian, perlu adanya usaha yang sungguh-sungguh serta tanggung jawab moral dan akademik dalam pemaparan sejarah. Sebelum memaparkan sejarah perkembangan ilmu pengetahuan, penulis harus mengungkap sekilas tentang perbedaan antara pengetahuan dan ilmu agar tidak terjebak pada kesalahpahaman mengenai keduanya, sehingga pembaca bisa memahami dengan mudah dan benar apa yang dimaksud dengan sejarah perkembangan ilmu pengetahuan dalam makalah ini. Ilmu adalah bagian dari pengetahuan yang terklasifikasi, tersistem, dan terukur serta dapat dibuktikan kebenarannya secara empiris. Sementara itu, pengetahuan adalah keseluruhan pengetahuan yang belum tersusun, baik mengenai metafisik maupun fisik. Dapat juga dikatakan pengetahuan adalah informasi yang berupa common sense, sedangkan ilmu sudah merupakan bagian yang lebih tinggi dari itu karena memiliki metode dan mekanisme tertentu.[2]Jadi ilmu lebih khusus daripada pengetahuan, tetapi tidak berarti semua ilmu adalah pengetahuan. Uraian singkat di atas menggiring kita pada kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan ilmu pengetahuan di sini adalah ilmu bukan pengetahuan. Ilmu beraneka-ragam. Maskoeri Jasin membagi ilmu pengetahuan ke tiga kategori besar. Pertama, Ilmu Pengetahuan Sosial yang meliputi psikologi, pendidikan, antropologi, etnologi, sejarah, ekonomi, dan sosiologi. Kedua, Ilmu Pengetahuan Alam yang meliputi fisika, kimia, dan biologi botani, zoologi, morfologi, anatomi, fisiologi, sitologi, histologi, dan palaentologi. Ketiga, Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa yang meliputi geologi petrologi, vulkanologi, dan mineralogi, astronomi, dan geografi fisiografi dan geografi biologi.[3]Karena luasnya cakupan ilmu, penulis hanya fokus pada sejarah perkembangan sebagian ilmu dari masa ke masa yang terekam oleh literatur-literatur sejarah yang ada dan menyebutkan sebagian tokoh di balik penemuan teori ilmu dan pengembangannya. Ilmu Pengetahuan Zaman Purba Secara garis besar, Amsal Bakhtiar membagi periodeisasi sejarah perkembangan ilmu pengetahuan menjadi empat periode pada zaman Yunani kuno, pada zaman Islam, pada zaman renaisans dan modern, dan pada zaman kontemporer.[4]Periodeisasi ini mengandung tiga kemungkinan. Pertama, menafikan adanya pengetahuan yang tersistem sebelum zaman Yunani kuno. Kedua, tidak adanya data historis tentang adanya ilmu sebelum zaman Yunani kuno yang sampai pada kita. Ketiga, Bakhtiar sengaja tidak mengungkapnya dalam bukunya. Jika kemungkinan pertama yang terjadi, maka informasi dari teks-teks agama tentang nama-nama yang Adam ketahui, misalnya, tidak termasuk ilmu tetapi hanya pengetahuan belaka. Jika kemungkinan kedua yang benar, maka bukan berarti pengetahuan yang tersistem hanya ditemukan dan dimulai pada zaman Yunani kuno, tetapi ia sudah ada sebelumnya hanya saja informasinya tidak sampai pada kita. Jika kemungkinan ketiga yang berlaku, maka penulis perlu mengungkapnya meski hanya sekilas karena keterbatasan referensi yang ada pada George J. Mouly, permulaan ilmu dapat disusur sampai pada permulaan manusia. Tak diragukan lagi bahwa manusia purba telah menemukan beberapa hubungan yang bersifat empiris yang memungkinkan mereka untuk mengerti keadaan dunia.[5]Masa manusia purba dikenal juga dengan masa pra-sejarah. Menurut Soetriono dan SDRm Rita Hanafie, masa sejarah dimulai kurang lebih sampai 600 tahun Sebelum Masehi. Pada masa ini pengetahuan manusia berkembang lebih maju. Mereka telah mengenal membaca, menulis, dan berhitung. Kebudayaan mereka pun mulai berkembang di berbagai tempat tertentu, yaitu Mesir di Afrika, Sumeria, Babilonia, Niniveh, dan Tiongkok di Asia, Maya dan Inca di Amerika Tengah. Mereka sudah bisa menghitung dan mengenal angka.[6]Meski agak berbeda dengan pendapat tersebut, Muhammad Husain Haekal 1888-1956 berpendapat lebih spesifik bahwa sumber peradaban sejak lebih dari enam ribu tahun yang lalu berarti sekitar 4000 SM adalah Mesir. Zaman sebelum itu dimasukkan orang ke dalam kategori pra-sejarah. Oleh karena itu, sukar sekali akan sampai kepada suatu penemuan yang ilmiah.[7] Terlepas dari perbedaan pendapat mengenai permulaan zaman pra-sejarah dan zaman sejarah, dapat ditarik kesimpulan bahwa ilmu lahir seiring dengan adanya manusia di muka bumi hanya saja penamaan ilmu-ilmu itu biasanya muncul belakangan. Penekanan terhadap kegunaan dan aplikasi cenderung lebih diutamakan daripada penamaannya. Teori ini berlaku secara umum terhadap beberapa â untuk tidak dikatakan semuaâ disiplin ilmu dari generasi ke generasi. Berbekal otak, pengalaman, dan pengamatan terhadap gejala-gejala alam, manusia purba sudah barang tentu memiliki seperangkat pengetahuan yang dapat membantu mereka mengarungi kehidupan. Seperangkat pengetahuan tersebut semakin lama akan semakin tersusun rapi karena inilah karakteristik dasar ilmu. Jika kita menafikan adanya ilmu tertentu yang mereka miliki, maka kita akan sulit menjawab pertanyaan mungkinkah mereka bisa bertahan hidup bertahun-tahun tanpa bekal apapun?Selanjutnya Mouly menyebutkan bukti-bukti secara berurutan terhadap pernyataannya sebagai berikut Usaha mula-mula di bidang keilmuan yang tercatat dalam lembaran sejarah dilakukan oleh bangsa Mesir, di mana banjir sungai Nil yang terjadi tiap tahun ikut menyebabkan berkembangnya sistem almanak, geometri, dan kegiatan survei. Keberhasilan ini kemudian diikuti oleh bangsa Babilonia dan Hindu yang memberikan sumbangan-sumbangan yang berharga meskipun tidak seinsentif kegiatan bangsa Mesir. Setelah itu muncul bangsa Yunani yang menitikberatkan pada pengorganisasian ilmu di mana mereka bukan saja menyumbang perkembangan ilmu dengan astronomi, kedokteran, dan sistem klasifikasi Aristoteles, namun juga silogisme yang menjadi dasar bagi penjabaran secara deduktif pengalaman-pengalaman manusia.[8]Peradaban Mesir kuno, misalnya, mewariskan peninggalan-peninggalan bermutu tinggi seperti piramida, kuil, dan sistem penatanan kota. Peninggalan-peninggalan ini tidak mungkin ada tanpa adanya ilmu yang mereka miliki. Proses pembangunan piramida yang menjulang tinggi dan tersusun dari batu-batu besar pilihan tak bisa lepas dari matematika dan arsitektur. Begitu pula dengan proses pembangunan kuil megah mereka. Sementara itu, sistem penataan kota membutuhkan arsitektur dan administrasi pemerintahan. Dengan kata lain, peninggalan-peninggalan bersejarah tersebut menunjukkan adanya ilmu-ilmu tertentu yang mereka miliki sehingga mereka bisa mewujudkan impian mereka menjadi kenyataan. Menurut Haekal, Mesir adalah pusat yang paling menonjol membawa peradaban pertama ke Yunani atau Rumawi.[9] Sementara itu, menurut Betrand Russell, pada masa Babilonia lahir beberapa hal yang tergolong ilmu pengetahuan pembagian hari menjadi dua puluh empat jam, lingkaran menjadi 360 derajat, penemuan siklus gerhana yang memungkinkan terjadinya gerhana bulan bisa diramal dengan tepat dan gerhana matahari dengan beberapa perkiraan. Pengetahuan bangsa Babilonia ini sampai ke tangan Thales[10], filosof Yunani. Ilmu Pengetahuan Zaman Yunani Kuno Yunani kuno sangat identik dengan filsafat. Ketika kata Yunani disebutkan, maka yang terbesit di pikiran para peminat kajian keilmuan bisa dipastikan adalah filsafat. Padahal filsafat dalam pengertian yang sederhana sudah ada jauh sebelum para filosof klasik Yunani menekuni dan mengembangkannya. Filsafat di tangan mereka menjadi sesuatu yang sangat berharga bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada generasi-generasi setelahnya. Ia ibarat pembuka pintu-pintu aneka ragam disiplin ilmu yang pengaruhnya terasa hingga sekarang. Sehingga wajar saja bila generasi-generasi setelahnya merasa berhutang budi padanya, termasuk juga umat Islam pada abad pertengahan masehi bahkan hingga sekarang. Tanpa mengkaji dan mengembangkan warisan filsafat Yunani rasanya sulit bagi umat Islam kala itu merengkuh zaman keemasannya. Begitu juga orang Barat tanpa mengkaji pengembangan filsafat Yunani yang dikembangkan oleh umat Islam rasanya sulit bagi mereka membangun kembali peradaban mereka yang pernah mengalami masa-masa kegelapan menjadi sangat maju dan mengungguli peradaban-peradaban besar lainnya seperti sekarang filsafat Yunani merupakan periode sangat penting dalam sejarah peradaban manusia karena pada waktu ini terjadi perubahan pola pikir manusia dari mitosentris menjadi logosentris. Dari proses inilah kemudian ilmu berkembang dari rahim filsafat yang akhirnya kita nikmati dalam bentuk teknologi. Karena itu, periode perkembangan filsafat Yunani merupakan entri poin untuk memasuki peradaban baru umat manusia. Inilah titik awal manusia menggunakan rasio untuk meneliti dan sekaligus mempertanyakan dirinya dan alam jagad raya.[11] Filosof alam pertama yang mengkaji tentang asal-usul alam adalah Thales 624-546 SM, setelah itu Anaximandros 610-540 SM, Heraklitos 540-480 SM, Parmenides 515-440 SM, dan Phytagoras 580-500. Thales, yang dijuluki bapak filsafat, berpendapat bahwa asal alam adalah air. Menurut Anaximandros substansi pertama itu bersifat kekal, tidak terbatas, dan meliputi segalanya yang dinamakan apeiron, bukan air atau tanah. Heraklitos melihat alam semesta selalu dalam keadaan berubah. Baginya yang mendasar dalam alam semesta adalah bukan bahannya, melainkan aktor dan penyebabnya yaitu api. Bertolak belakang dengan Heraklitos, Parmenides berpendapat bahwa realitas merupakan keseluruhan yang bersatu, tidak bergerak dan tidak berubah. Phytagoras berpendapat bahwa bilangan adalah unsur utama alam dan sekaligus menjadi ukuran. Unsur-unsur bilangan itu adalah genap dan ganjil, terbatas dan tidak terbatas. Jasa Phytagoras sangat besar dalam pengembangan ilmu, terutama ilmu pasti dan ilmu alam. Ilmu yang dikembangkan kemudian hari sampai hari ini sangat bergantung pada pendekatan matematika.[12]Jadi setiap filosof mempunyai pandangan berbeda mengenai seluk beluk alam semesta. Perbedaan pandangan bukan selalu berarti negatif, tetapi justeru merupakan kekayaan khazanah keilmuan. Terbukti sebagian pandangan mereka mengilhami generasi mereka kemudian muncul beberapa filosof Sofis sebagai reaksi terhadap ketidakpuasan mereka terhadap jawaban dari para filosof alam dan mengalihkan penelitian mereka dari alam ke manusia. Bagi mereka, manusia adalah ukuran kebenaran sebagaimana diungkapkan oleh Protagoras 481-411 SM, tokoh utama mereka. Pandangan ini merupakan cikal bakal humanisme. Menurutnya, kebenaran bersifat subyektif dan relatif. Akibatnya, tidak akan ada ukuran yang absolut dalam etika, metafisika, maupun agama. Bahkan dia tidak menganggap teori matematika mempunyai kebenaran absolut. Selain Protagoras ada Gorgias 483-375 SM. Menurutnya, penginderaan tidak dapat dipercaya. Ia adalah sumber ilusi. Akal juga tidak mampu meyakinkan kita tentang alam semesta karena akal kita telah diperdaya oleh dilema subyektifitas. Pengaruh positif gerakan kaum sofis cukup terasa karena mereka membangkitkan semangat berfilsafat. Mereka tidak memberikan jawaban final tentang etika, agama, dan metafisika.[13]Pandangan para filosof Sofis tersebut disanggah oleh para filosof setelahnya seperti Socrates 470-399 SM, Plato 429-347 SM, dan Aristoteles 384-322 SM. Menurut mereka, ada kebenaran obyektif yang bergantung kepada manusia. Socrates membuktikan adanya kebenaran obyektif itu dengan menggunakan metode yang bersifat praktis dan dijalankan melalui percakapan-percakapan. Menurutnya, kebenaran universal dapat ditemukan. Bagi Plato, esensi mempunyai realitas yang ada di alam idea. Kebenaran umum ada bukan dibuat-buat bahkan sudah ada di alam idea. Filsafat Yunani klasik mengalami puncaknya di tangan Aristoteles. Dia adalah filosof yang pertama kali membagi filsafat pada hal yang teoritis logika, metafisika, dan fisika dan praktis etika, ekonomi, dan politik. Pembagian ilmu inilah yang menjadi pedoman bagi klasifikasi ilmu di kemudian hari. Dia dianggap sebagai bapak ilmu karena mampu meletakkan dasar-dasar dan metode ilmiah secara sistematis.[14]Karena demikian meresapnya serta lamanya pengaruh ajaran-ajaran Plato dan Aristoteles, Whitehead memberikan catatan bahwa segenap filsafat sesudah masa hidup keduanya sesungguhnya merupakan usulan-usulan belaka terhadap ajaran-ajaran mereka.[15]Pendapat Whitehead tidak seluruhnya benar karena umat Islam, misalnya, selain mengembangkan filsafat mereka, mereka juga melakukan inovasi di beberapa persoalan filsafat Yunani sehingga memiliki karakteristik Pengetahuan Zaman Islam KlasikIlmu-ilmu keislaman seperti tafsir, hadis, fiqih, usul fiqih,[16]dan teologi sudah berkembang sejak masa-masa awal Islam hingga sekarang. Khusus dalam bidang teologi, Muktazilah dianggap sebagai pembawa pemikiran-pemikiran rasional. Menurut Harun Nasution, pemikiran rasional berkembang pada zaman Islam klasik 650-1250 M. Pemikiran ini dipengaruhi oleh persepsi tentang bagaimana tingginya kedudukan akal seperti yang terdapat dalam al-Qur`an dan hadis. Persepsi ini bertemu dengan persepsi yang sama dari Yunani melalui filsafat dan sains Yunani yang berada di kota-kota pusat peradaban Yunani di Dunia Islam Zaman Klasik, seperti Alexandria Mesir, Jundisyapur Irak, Antakia Syiria, dan Bactra Persia.[17] W. Montgomery Watt menambahkan lebih rinci bahwa ketika Irak, Syiria, dan Mesir diduduki oleh orang Arab pada abad ketujuh, ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani dikembangkan di berbagai pusat belajar. Terdapat sebuah sekolah terkenal di Alexandria, Mesir, tetapi kemudian dipindahkan pertama kali ke Syiria, dan kemudian âpada sekitar tahun 900 Mâ ke Baghdad. Kolese Kristen Nestorian di Jundisyapur, pusat belajar yang paling penting, melahirkan dokter-dokter istana HĂÂrĂ n al-RashĂd dan penggantinya sepanjang sekitar seratus tahun. Akibat kontak semacam ini, para khalifah dan para pemimpin kaum Muslim lainnya menyadari apa yang harus dipelajari dari ilmu pengetahuan Yunani. Mereka mengagendakan agar menerjemahkan sejumlah buku penting dapat diterjemahkan. Beberapa terjemahan sudah mulai dikerjakan pada abad kedelapan. Penerjemahan secara serius baru dimulai pada masa pemerintahan al-MaâmĂ n 813-833 M. Dia mendirikan Bayt al-帤ikmah, sebuah lembaga khusus penerjemahan. Sejak saat itu dan seterusnya, terdapat banjir penerjemahan besar-besaran. Penerjemahan terus berlangsung sepanjang abad kesembilan dan sebagian besar abad kesepuluh.[18] Buku-buku matematika dan astronomi adalah buku-buku yang pertama kali diterjemahkan. Al-KhawĂÂrizmĂ Algorismus atau Alghoarismus merupakan tokoh penting dalam bidang matematika dan astronomi. Istilah teknis algorisme diambil dari namanya. Dia memberi landasan untuk aljabar. Istilah âalgebraâ diambil dari judul karyanya. Karya-karyanya adalah rintisan pertama dalam bidang aritmatika yang menggunakan cara penulisan desimal seperti yang ada dewasa ini, yakni angka-angka Arab. Al-KhawĂÂrizmĂ dan para penerusnya menghasilkan metode-metode untuk menjalankan operasi-operasi matematika yang secara aritmatis mengandung berbagai kerumitan, misalnya mendapatkan akar kuadrat dari satu angka. Di antara ahli matematika yang karyanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin adalah al-NayrĂzĂ atau Anaritius w. 922 M dan Ibn al-Haytham atau Alhazen w. 1039 M. Ibn al-Haytham menentang teori Eucleides dan Ptolemeus yang menyatakan bahwa sinar visual memancar dari mata ke obyeknya, dan mempertahankan pandangan kebalikannya bahwa cahayalah yang memancar dari obyek ke mata.[19]Di bidang astronomi, al-BattĂÂnĂ Albategnius menghasilkan table-tabel astronomi yang luar biasa akuratnya pada sekitar tahun 900 M. Ketepatan observasi-observasinya tentang gerhana telah digunakan untuk tujuan-tujuan perbandingan sampai tahun 1749 M. Selain al-BattĂÂnĂ, ada JĂÂbir ibn Afla帼 Geber dan al-BiåšÂrĂ jĂ Alpetragius. JĂÂbir ibn Afla帼 dikenal karena karyanya di bidang trigonometri sperik. Di bidang astronomi dan matematika, ada juga Maslamah al-MajrĂåšÂĂ w. 1007 M, Ibn al-Sam帼, dan Ibn al-嚢affĂÂr. Ibn AbĂ al-RijĂÂl Abenragel di bidang astrologi.[20] Dalam bidang kedokteran ada AbĂ Bakar Mu帼ammad ibn ZakariyyĂ al-RĂÂzĂ atau Rhazes 250-313 H/864-925 M atau 320 H/932 M[21], Ibn SĂnĂ atau Avicenna w. 1037 M, Ibn Rushd atau Averroes 1126-1198 M, AbĂ al-QĂÂsim al-ZahrĂÂwĂ Abulcasis, dan Ibn ĂĄÂşâuhr atau Avenzoar w. 1161 M. Al-帤ĂÂwĂ karya al-RĂÂzĂ merupakan sebuah ensiklopedi mengenai seluruh perkembangan ilmu kedokteran sampai masanya. Untuk setiap penyakit dia menyertakan pandangan-pandangan dari para pengarang Yunani, Syiria, India, Persia, dan Arab, dan kemudian menambah catatan hasil observasi klinisnya sendiri dan menyatakan pendapat finalnya. Buku Canon of Medicine karya Ibnu SĂnĂ sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada abad ke-12 M dan terus mendominasi pengajaran kedokteran di Eropa setidak-setidaknya sampai akhir abad ke-16 M dan seterusnya. Tulisan AbĂ al-QĂÂsim al-ZahrĂÂwĂ tentang pembedahan operasi dan alat-alatnya merupakan sumbangan yang berharga dalam bidang kedokteran.[22]Dalam bidang kimia ada JĂÂbir ibn 帤ayyĂÂn Geber dan al-BĂrĂ nĂ 362-442 H/973-1050 M. Sebagian karya JĂÂbir ibn 帤ayyĂÂn memaparkan metode-metode pengolahan berbagai zat kimia maupun metode pemurniannya. Sebagian besar kata untuk menunjukkan zat dan bejana-bejana kimia yang belakangan menjadi bahasa orang-orang Eropa berasal dari karya-karyanya. Sementara itu, al-BĂrĂ nĂ mengukur sendiri gaya berat khusus dari beberapa zat yang mencapai ketepatan tinggi.[23] Dalam bidang botani, zoologi, mineralogi, karya orang Arab mencakup gambaran dan daftar berbagai macam tanaman, binatang, dan batuan. Beberapa di antaranya memiliki kegunaan praktis, yakni ketika karya tersebut dihubungkan dengan bidang farmakologi dan perawatan medis.[24]Selain disiplin-disiplin ilmu di atas, sebagian umat Islam juga menekuni logika dan filsafat. Sebut saja al-KindĂ, al-FĂÂrĂÂbĂ w. 950 M, Ibn SĂnĂ atau Avicenna w. 1037 M, al-GhazĂÂlĂ w. 1111 M, Ibn BĂÂjah atau Avempace w. 1138 M, Ibn 嚏ufayl atau Abubacer w. 1185 M, dan Ibn Rushd atau Averroes w. 1198 M.[25]Menurut Felix Klein-Franke, al-KindĂ berjasa membuat filsafat dan ilmu Yunani dapat diakses dan membangun fondasi filsafat dalam Islam dari sumber-sumber yang jarang dan sulit, yang sebagian di antaranya kemudian diteruskan dan dikembangkan oleh al-FĂÂrĂÂbĂ. Al-KindĂ sangat ingin memperkenalkan filsafat dan sains Yunani kepada sesama pemakai bahasa Arab, seperti yang sering dia tandaskan, dan menentang para teolog ortodoks yang menolak pengetahuan asing.[26]Menurut Betrand Russell, Ibn Rushd lebih terkenal dalam filsafat Kristen daripada filsafat Islam. Dalam filsafat Islam dia sudah berakhir, dalam filsafat Kristen dia baru lahir. Pengaruhnya di Eropa sangat besar, bukan hanya terhadap para skolastik, tetapi juga pada sebagian besar pemikir-pemikir bebas non-profesional, yang menentang keabadian dan disebut Averroists. Di Kalangan filosof profesional, para pengagumnya pertama-tama adalah dari kalangan Franciscan dan di Universitas Paris.[27]Rasionalisme Ibn Rushd inilah yang mengilhami orang Barat pada abad pertengahan dan mulai membangun kembali peradaban mereka yang sudah terpuruk berabad-abad lamanya yang terwujud dengan lahirnya zaman pencerahan atau Pengetahuan Zaman Renaisans dan Modern Michelet, sejarahwan terkenal, adalah orang pertama yang menggunakan istilah renaisans. Para sejarahwan biasanya menggunakan istilah ini untuk menunjuk berbagai periode kebangkitan intelektual, khususnya di Eropa, dan lebih khusus lagi di Italia sepanjang abad ke-15 dan ke-16. Agak sulit menentukan garis batas yang jelas antara abad pertengahan, zaman renaisans, dan zaman modern. Bisa dikatakan abad pertengahan berakhir tatkala datangnya zaman renaisans. Sebagian orang menganggap bahwa zaman modern hanyalah perluasan dari zaman renaisans. Renaisans adalah periode perkembangan peradaban yang terletak di ujung atau sesudah abad kegelapan sampai muncul abad modern. Renaisans merupakan era sejarah yang penuh dengan kemajuan dan perubahan yang mengandung arti bagi perkembangan ilmu. Ciri utama renaisans yaitu humanisme, individualisme, sekulerisme, empirisisme, dan rasionalisme. Sains berkembang karena semangat dan hasil empirisisme, sementara Kristen semakin ditinggalkan karena semangat humanisme.[28] Tokoh penemu di bidang sains pada masa renaisans abad 15-16 M Nicolaus Copernicus 1473-1543 M, Johanes Kepler 1571-1630 M, Galileo Galilei 1564-1643 M,[29]dan Francis Bacon 1561-1626 M. Copernicus menemukan teori heliosentrisme, yaitu matahari adalah pusat jagad raya, bukan bumi sebagaimana teori geosentrisme yang dikemukakan oleh Ptolomeus 127-151. Menurutnya, bumi memiliki dua macam gerak, yaitu perputaran sehari-hari pada porosnya dan gerak tahunan mengelilingi matahari. Teori ini melahirkan revolusi pemikiran tentang alam semesta, terutama astronomi.[30]Kepler adalah ahli astronomi Jerman yang terpengaruh ajaran Copernicus. Dialah yang menemukan bahwa orbit planet berbentuk elips; bahwa planet bergerak cepat bila berada di dekat matahari dan lambat bila jauh darinya. Galileo adalah ahli astronomi Italia yang melakukan pengamatan teleskopik dan mengukuhkan gagasan Copernicus bahwa tata surya berpusat pada matahari. Inkuisi takut akan penemuannya dan memaksanya meninggalkan studi astronominya. Dia juga berjasa dalam menetapkan hukum lintasan peluru, gerak, dan percepatan.[31]Dialah penemu planet Jupiter yang dikelilingi oleh empat buah bulan.[32] Selanjutnya tokoh penemu di bidang sains pada zaman modern abad 17-19 M Sir Isaac Newton 1643-1727 M, Leibniz 1646-1716 M, Joseph Black 1728-1799 M, Joseph Prestley 1733-1804 M, Antonie Laurent Lavoiser 1743-1794 M, dan Thompson. Newton adalah penemu teori gravitasi, perhitungan calculus, dan optika yang mendasari ilmu alam. Pada masa Newton, ilmu yang berkembang adalah matematika, fisika, dan astronomi. Pada periode selanjutnya ilmu kimia menjadi kajian yang amat menarik. Black adalah pelopor dalam pemeriksaan kualitatif dan penemu gas CO2. Prestley menemukan sembilan macam hawa No dan oksigen yang antara lain dapat dihasilkan oleh tanaman. Lavoiser adalah peletak dasar ilmu kimia sebagaimana kita kenal sekarang. Thompson menemukan elektron. Dengan penemuannya ini, maka runtuhlah anggapan bahwa atom adalah bahan terkecil dan mulailah ilmu baru dalam kerangka kimia-fisika yaitu fisika nuklir. Perkembangan ilmu pada abad ke-18 telah melahirkan ilmu seperti taksonomi, ekonomi, kalkulus, dan statistika, sementara pada abad ke-19 lahirlah pharmakologi, geofisika, geomophologi, palaentologi, arkeologi, dan sosiologi.[33]Pada tahap selanjutnya, ilmu-ilmu zaman modern memengaruhi perkembangan ilmu zaman Pengetahuan Zaman Kontemporer Perbedaan antara zaman modern dengan zaman kontemporer yaitu zaman modern adalah era perkembangan ilmu yang berawal sejak sekitar abad ke-15, sedangkan zaman kontemporer adalah era perkembangan terakhir yang terjadi hingga sekarang. Perkembangan ilmu di zaman ini meliputi hampir seluruh bidang ilmu dan teknologi, ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, antropologi, psikologi, ekonomi, hukum, dan politik serta ilmu-ilmu eksakta seperti fisika, kimia, dan biologi serta aplikasi-aplikasinya di bidang teknologi rekayasa genetika, informasi, dan komunikasi. Zaman kontemporer identik dengan rekonstruksi, dekonstruksi, dan inovasi-inovasi teknologi di berbagai bidang.[34] Sasaran rekonstruksi dan dekonstruksi biasanya teori-teori ilmu sosial, eksakta, dan filsafat yang ada sudah ada sebelumnya, sementara inovasi-inovasi teknologi semakin hari semakin cepat seperti yang kita saksikan dan nikmati sekarang ini. Teknologi merupakan buah dari perkembangan ilmu pengetahuan yang dikembangkan dari generasi ke generasi. Komputer merupakan hasil pengembangan dari perkembangan listrik elektronika yang pada awal penemuannya oleh Faraday belum diketahui kegunaannya. Penemuan bola lampu oleh Edison disusul oleh penemuan radio, televisi, dan komputer.[35]Dari komputer berkembang ke PC private computer, lap top, dan terakhir simuter yaitu komputer jenis PDA personal digital assistans.[36]Semua contoh ini merupakan bukti bahwa penemuan teknologi sebagai buah perkembangan ilmu masih berkaitan dengan penemuan-penemuan sebelumnya yang kemudian dikembangkan dengan ukuran fisik yang semakin kecil, tetapi memiliki beragam keunggulan yang lebih besar. Salah satu hasil teknologi yang menakjubkan dan kontroversial adalah teknologi rekayasa genetika yang berupa teknologi kloning. Dr. Gurdon dari Universitas Cambridge adalah orang pertama yang melakukan teknologi ini pada tahun 1961. Gurdon berhasil memanipulasi telur-telur katak sehingga tumbuh menjadi kecebong kloning. Pada tahun 1993, Dr. Jerry Hall berhasil mengkloning embrio manusia dengan teknik pembelahan. Pada tahun 1997, Dr. Ian Wilmut berhasil melakukan kloning mamalia pertama dengan kelahiran domba yang diberi nama Dolly. Pada tahun yang sama lahir lembu kloning pertama yang diberi mana Gene. Pada tahun 1998, para peneliti di Universitas Hawai yang dipimpin oleh Dr. Teruhiko Wakayama berhasil melakukan kloning terhadap tikus hingga lebih dari lima generasi. Pada tahun 2000, Prof. Gerald Schatten berhasil membuat kera kloning yang diberi nama Tetra. Setelah berbagai keberhasilan teknik kloning yang pernah dilakukan, para ahli malah lebih berencana menerapkan teknik kloning pada manusia.[37]Setelah uraian-uraian di atas, selanjutnya kita lihat tabel klasifikasi perkembangan sebagian ilmu pengetahuan dari masa ke masa berdasarkan periodenya sebagai berikut[38] ILMU-ILMU 2000 SM-300 M 300 M-1400 M 1400 M-1600 M Abad ke-17 Abad ke-18 Abad ke-19 Abad ke-20 MATEMATIKA Ilmu HitungGeometriLogika Teori Bilangan AljabarGeometri AnalitikTrigonometri Probabilitas dan StatistikaPersamaan DiferensialKalkulusGeometri AnalistisTopologi Teori InformasiTeori FungsiGeometri Non-EuclidLogika Matematik FISIKA MekanikaOptika Termodinamika Keelektrikan dan Kemagnetan Kristalogi CryogenikMekanika StatistikaMekanika KwantumFisika PartikelFisika NuklirFisika PlasmaFisika AtomFisika MolekulFisika ZadatFisika Relativitas KIMIA Alkimia Kimia AroganikKimia Kedokteran Kimia Analistis PharmakologiBiokimiaKimia Organik Fisika KwantumKimia FisikaKimia NuklirKimia Polimer ASTRONOMI KosmologiAstronomi Posisionil Mekanika Benda Langit Astronomi Fisika AstronautikaRadio AstronomiAstrofisika GEOLOGI Eksplorasi GeodesiMineralogiMeteorologi GeofisikaStatigrafiSejarah GeologiPaleontologiMineralogiPetrologiGeormorphologiGeografi Fisika/Fisis Srtuktur GeologiGeokimiaHidrologiOceanografi BIOLOGI Ilmu Obat-obatan PhisiologiAnatomiBotani dan ZoologiEmbriologiPathologi Mikrobiologi Taksonomi BiofisikaAnatomi PerbandinganCitologiHistologiBiokimiaEkologi RadiobiologiBiologi MolekulGenetika SOSIAL PemerintahanSejarahFilsafat Politik Ekonomi ArkeologiAntropologi FisikSosiologi Antropologi BudayaPsikologi PenutupTabel di atas belum mencakup semua ilmu pengetahuan, karena menurut Jujun Suriasumantri, ilmu pengetahuan dewasa ini telah berkembang menjadi sekitar 650 cabang. Di samping sudah ada pemberdayaan antara ilmu-ilmu alam atau natural science dengan ilmu-ilmu sosial, dikenal pula dengan pembedaan ilmu dan ilmu terapan. Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan, menurut Chalmers, diperkirakan sejak 400 tahun yang lalu, yaitu sejak Copernicus, Galileo, Kepler, dan yang lebih jelas lagi sejak Francis Bacon pada abad ke-15 dan 16 sebagai ahli filsafat ilmu yang mengemukakan perlunya suatu metode dalam mempelajari pengalaman. Bacon menekankan bahwa eksperimen dan observasi yang intensif merupakan landasan perkembangan ilmu.[39]Fakta-fakta di atas menunukkan bahwa perkembangan ilmu tidak bisa dilepaskan dari rasa keingintahuan yang besar diiringi dengan usaha-usaha yang sungguh-sungguh melalui penalaran, percobaan, penyempurnaan, dan berani mengambil resiko tinggi sehingga menghasilkan penemuan-penemuan yang bermanfaat bagi suatu generasi dan menjadi acuan pertimbangan bagi generasi selanjutnya untuk mengoreksi, menyempurnakan, mengembangkan, dan menemukan penemuan selanjutnya. Faktor-faktor inilah yang kemudian menjadi pemacu bagi pesatnya perkembangan ilmu yang melatarbelakangi semakin cepatnya penemuan dalam bidang teknologi yang kadang membuat sebagian orang terlena karenanya sehingga tidak sadar bahwa sebagian ilmu yang disalahgunakan bisa menjadi ancaman serius bagi kehidupan penting yang perlu dicatat di sini adalah pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan harus diimbangi dengan pengembangan moral-spiritual manusianya, karena sebagaimana kita tahu, perkembangan ilmu pengetahuan selain berdampak positif, ia juga berdampak negatif bagi kehidupan manusia. Dampak positifnya adalah semakin mempermudah kehidupan manusia, sementara dampak negatifnya adalah semakin mengancam kehidupan mereka. Oleh karena itu, agar tatanan kehidupan manusia di dunia ini tetap lestari, maka perkembangan ilmu mesti diiringi dengan pengembangan moral-spiritual manusia itu sendiri. Perkembangan ilmu tanpa pengembangan moral-spiritual bisa menjadi ancaman bagi kehidupan manusia seperti yang bisa kita rasakan akhir-akhir ini yang berupa penyalahgunaan teknologi nuklir. Demikian pula pengembangan moral-spiritual tanpa diiringi perkembangan ilmu bisa menjadikan sebagian manusia kurang kreatif seperti yang terjadi pada orang Kristen pada zaman kegelapan Eropa. Dengan kata lain, antara otak dan hati harus mendapatkan porsi perhatian yang seimbang. Sejarah sudah membuktikannya. Sejarah merupakan disiplin ilmu yang memiliki validitas kebenaran yang tinggi sehingga layak dijadikan bahan untuk mengambil pelajaran ibrah. [] BibliografiBakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu. Jakarta Rajawali Pers, Gordon. What Happened in History. Harmondswort Penguin Books Ltd, Goodman, âMu帼ammad ibn ZakariyyĂ al-RĂÂzĂâ, dalam Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, Vol. 1, ed. Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman. Bandung Mizan, Klein-Franke, âAl-KindĂâ, dalam Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, Vol. 1, ed. Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman. Bandung Mizan, Muhammad Husain. Sejarah Hidup Muhammad. Jakarta Litera AntarNusa, Maskoeri. Ilmu Alamiah Dasar. Jakarta RajaGrafindo Persada, J. Mouly, âPerkembangan Ilmuâ, dalam Ilmu dalam Perspektif Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu, ed. Jujun S. Suriasumantri. Jakarta Gramedia, Kattsoff, Louis. Pengantar Filsafat. Yogyakarta Tiara Wacana Yogya, 2004. Nasution, Harun. Islam Rasional. Bandung Mizan, Betrand. Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik dari Zaman Kuno hingga sekarang. Yogyakarta Pustaka Pelajar, dan SDRm Rita Hanafie. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Yogyakarta Andi Offset Yogya, Ahmad. Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Chapra. Bandung Remaja Rosdakarya, 2005. Watt, W. Montgomery. Islam dan Peradaban Dunia Pengaruh Islam atas Eropa Abad Pertengahan. Jakarta Gramedia Pustaka Utama, 1997. [1]Gordon Childe, What Happened in History Harmondswort Penguin Books Ltd, 1975, 13. [2]Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu Jakarta Rajawali Pers, 2010, 16-17. [3]Maskoeri Jasin, Ilmu Alamiah Dasar Jakarta RajaGrafindo Persada, 2003, 35-39. [4]Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, 21-129. [5]George J. Mouly, âPerkembangan Ilmuâ, dalam Ilmu dalam Perspektif Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu, ed. Jujun S. Suriasumantri Jakarta Gramedia, 1991, 87. [6]Soetriono dan SDRm Rita Hanafie, Filsafat Ilmu dan Metodologi PenelitianYogyakarta Andi Offset Yogya, 2007, 117. [7]Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad Jakarta Litera AntarNusa, 1996, 1. [8]George J. Mouly, âPerkembangan Ilmuâ, 87. [9]Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, 1. [10]Betrand Russell, Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik dari Zaman Kuno hingga sekarang Yogyakarta Pustaka Pelajar, 2002, 6. [11]Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, 21-23. [12]Ibid., 23-27. Lihat juga Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Chapra Bandung Remaja Rosdakarya, 2005, 48-49. [13]Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, 27-28. [15]Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat Yogyakarta Tiara Wacana Yogya, 2004, 257. [16]Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, 43. [17]Harun Nasution, Islam Rasional Bandung Mizan, 1998, 7. [18]W. Montgomery Watt, Islam dan Peradaban Dunia Pengaruh Islam atas Eropa Abad Pertengahan Jakarta Gramedia Pustaka Utama, 1997, 44-45. [21]Pembahasan lebih detil tentang sosok, karya, dan pengaruh AbĂ Bakar Mu帼ammad ibn ZakariyyĂ al-RĂÂzĂ bisa dibaca dalam Lenn E. Goodman, âMu帼ammad ibn ZakariyyĂ al-RĂÂzĂâ, dalam Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, Vol. 1, ed. Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman Bandung Mizan, 2003, 243-265. [22]W. Montgomery Watt, Islam dan Peradaban Dunia Pengaruh Islam atas Eropa Abad Pertengahan, 52-56. [26]Felix Klein-Franke, âAl-KindĂâ, dalam Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, Vol. 1, ed. Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman Bandung Mizan, 2003, 209-210. [27]Betrand Russell, Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik dari Zaman Kuno hingga sekarang, 567. [28]Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Chapra, 125-126 dan Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, 49-50. [30]Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, 51-52. [31]Maskoeri Jasin, Ilmu Alamiah Dasar, 58. [32]Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, 55. [35]Maskoeri Jasin, Ilmu Alamiah Dasar, 202. [36]Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, 79. [38]Henry Margenau dan David Bergamini, The Scientist New York Time Inc., 1964, 86-99, yang diolah oleh Jujun Suriasumatri, âTentang Hakekat Ilmu Sebuah Pengantar Redaksiâ, dalam Ilmu dalam Perspektif Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu, ed. Jujun S. Suriasumantri Jakarta Gramedia, 1991, 14-15. [39]Soetriono dan SDRm Rita Hanafie, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian, 120.Pendidikanformal adalah pendidikan yang ditamatkan melalui sekolah yang diakui oleh pemerintah. Proses pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu proses untuk meningkatkan potensi yang ada pada manusia sebagai individu, yang selanjutnya dapat memberikan sumbangan kepada keberdayaan masyarakat lokal, kepada masyarakat bangsanya, dan akhirnya kepada masyarakat global (H.A.R. Tilaar: 1997).
ďťżAbstract Ilmu pengetahuan tidak muncul secara mendadak, melainkan hadir melalui suatu proses mulai dari pengetahuan sehari-hari dengan melalui pengujian secara cermat dan pembuktian dengan teliti diperoleh suatu teori, dan pengujian suatu teori bisa dilakukan dan babak terakhir akan ditemukan sebagai manifestasi ilmu pengetahuan telah meletakkan dasar-dasar tradisi intelektual yang diawali oleh filsuf-filsuf Yunani Kuno di abad ke 6 SM. Dalam perkembangannya filsafat mengantarkan lahirnya suatu konfigurasi yang menunjukkan bagaimana cabang-cabang ilmu pengetahuan melepaskan diri dari keterkaitannya dengan filsafat, yang masing-masing secara mandiri berkembang menurut metodologinya sendiri-sendiri. Tulisan ini membahas tentang kelahiran dan perkembangan ilmu, klasifikasi serta strategi pengembangan ilmu pengetahuan.w3Ipiq.