LaguDaerah : - Suku : Sentani, Dani, Amungme, Nimborah ,Jagai , Asmat, dan Tobati. Pakaian Adat : Asmat. Julukan : - indonesia negri yang subur beragam budaya denga rumah adat, senjata adat, dan adat-adat lainnya .sekian penjelasan mengenai 35 provinsi di indonesia semoga bermanfaat menambah waawasan anda.
Suku Tengger juga biasa disebut dengan wong Brama, atau orang Bromo. Sebutan lainnya adalah wong Tengger. Suku ini menempati daerah dataran tinggi pegunungan Bromo, Semeru, Tengger yang terletak di Jawa Timur. Sebagian dari masyarakat Tengger juga tersebar dan tinggal di Kabupaten Lumajang, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Pasuruan, dan Kabupaten Malang. Saat ini, jumlah populasi suku Tengger mencapai 500 ribu jiwa. Asal Nama Suku TenggerSejarah Suku TenggerAgama & Kepercayaan Suku TenggerKeunikan Suku Tengger1. Perayaan Hari Karo2. Yadnya Kasada3. Ritual OjungBahasa TenggerMata Pencaharian Masyarakat TenggerSistem Kekerabatan Berkaitan dengan nama Tengger yang disematkan untuk kelompok etnis ini, setidaknya ada 3 teori yang bisa menjelaskannya, yaitu Tengger bermakna pegunungan, hal ini sangat sesuai dengan tempat tinggal mereka yang berada di dataran tinggi. Tengger memiliki arti berdiam diri tanpa gerak atau berdiri tegak. Hal ini sangat berkaitan dengan karakteristik masyarakat Tengger yang berbudi pekerti luhur. Watak ini tercermin dalam segala aspek kehidupan yang mereka jalani. Tengger berasal dari gabungan nama leluhur suku Tengger. Kedua nama tersebut adalah Rara Anteng dan Jaka Seger. Sejarah Suku Tengger Dipercaya bahwa Suku Tengger merupakan keturunan dari penduduk Kerajaan Majalahit. Pada sekitar abad ke-16, Kerajaan Majapahit mendapat serangan dari kerajaan yang dipimpin oleh Raden Patah. Pada saat itu sering terjadi peperangan dan pertentangan karena perbedaan agama. Agama Buddha dan Hindu yang lebih dulu masuk ke tanah air mulai tergeser dengan masuknya agama Islam. Di masa lalu, agar agama dapat tersebar luas terkadang digunakan cara paksaan dengan berperang. Sebab pada masa itu masyarakat masih hidup secara berkelompok dan sangat protektif terhadap kelompoknya. Musyawarah sulit dilakukan, sehingga saat terjadi serangan dari kerajaan Islam, beberapa penduduk Majapahit lari ke arah pegunungan Bromo. Ada pula yang mengungsikan diri ke Pulau Bali dan akhirnya menjadi Suku Bali yang ada saat ini. Pengungsi dari Kerajaan Majapahit yang mengungsi ke pegunungan di Jawa Timur memilih untuk menutup diri dari dunia luar. Alasan terbesarnya adalah karena mereka ingin hidup damai dengan kelompoknya, tanpa terlibat peperangan yang baru mereka lewati. Mereka akhirnya membentuk komunitas sendiri yang disebut sebagai Suku Tengger. Dari cerita di atas, muncul dua sosok leluhur Suku Tengger, yaitu Rara Anteng dan Jaka Seger. Rara Anteng adalah anak dari seorang raja Majapahit yang masuk dalam kasta Ksatria, sementara Jaka Seger adalah anak dari seorang pemuka agama yang masuk alam kasta Brahmana. Jaka Seger yang berasal dari kasta lebih tinggi menikahi Rara Anteng. Mereka berdua ikut mengungsi ke pegunungan Jawa Timur dan menjadi pemimpin bagi masyarakat Tengger. Pernikahan Rara Anteng dan Jaka Seger memberi dampak bagi kehidupan dan adat istiadat Suku Tengger. Mereka tidak mengenal kasta dalam kehidupan, semuanya menjadi satu saudara dan punya kedudukan yang sama. Keturunan Rara Anteng dan Jaka Seger serta para pengikutnya kemudian berkembang menjadi etnis Tengger yang ada sekarang. Pada awalnya, kehidupan mereka sangat tertutup karena ingin melindungi diri dan kelompoknya. Masyarakat Tengger tidak tersentuh oleh dunia luar sama sekali selama bertahun-tahun. Namun seiring dengan perkembangan jaman, Suku Tengger tidak lagi terlalu menutup diri meskipun mereka tetap memegang teguh tradisi dan adat istiadat warisan nenek moyang. Agama & Kepercayaan Suku Tengger Salah satu tradisi Suku Tengger adalah ketaatan dalam menjalankan aturan atau ajaran agama Hindu. Sebagian besar orang tengger adalah pemeluk agama Hindu. Oleh sebab itu, sangat diyakini Suku Tengger merupakan keturunan langsung dari Kerajaan Majapahit yang dahulu merupakan kerajaan Hindu. Hal ini selaras dengan asal-usul kata Tengger yang berasal legenda Rara Anteng dan Jaka Seger. Bila dalam agama Hindu India ada sistem kasta dalam kehidupan sosial yang bertingkat-tingkat, lain halnya dengan agama Hindu yang dianut masyarakat Tengger. Mereka mengikuti ajaran Rara Anteng dan Jaka Seger yang mengajarkan rasa persaudaraan yang kuat, sehingga tidak ada sistem kasta pada kehidupan masyarakat Tengger. Semua adalah satu saudara dan satu keturunan. Gunung Bromo adalah tempat yang sakral bagi masyarakat Tengger. Mereka mempercayai gunung ini adalah gunung suci. Setiap 1 tahun sekali, masyarakat Tengger akan mengadakan upacara adat di bawah kaki Gunung Bromo. Tepatnya di sebuah pura yang bernama Pura Luhur Poten Bromo. Upacara tersebut kemudian akan berlanjut ke puncak Gunung Bromo. Keunikan Suku Tengger Seperti halnya suku lain yang ada di nusantara, Suku Tengger juga memiliki keunikannya berdasarkan tradisi dan kebudayaan. Beberapa keunikan Suku Tengger antara lain Wikimedia Commons 1. Perayaan Hari Karo Karo bagi masyarakat Tengger adalah hari raya paling besar. Datangnya hari ini sangat dinanti-nanti oleh masyarakat Tengger. Pada dasarnya, hari raya Karo dirayakan bersamaan dengan hari raya Nyepi. Saat hari raya Karo, masyarakat Tengger akan melakukan pawai dengan membawa hasil bumi. Kemudian ada pula pementasan kesenian adat seperti pergelaran Tari Sodoran. Selanjutnya acara dilanjutkan dengan bersilaturahmi ke rumah saudara dan juga tetangga. Ritual hari raya Karo dipimpin oleh seorang ratu. Ratu dalam masyarakat Tengger mempunyai arti seorang pemimpin yang bertugas untuk memimpin doa. Seorang ratu adalah seorang laki-laki. Selain disebut sebagai ratu, Suku Tengger juga menyebutnya sebagai dukun. 2. Yadnya Kasada Yadnya Kasada adalah upacara adat yang dilakukan setiap tahun. Acara ini diikuti oleh oleh masyarakat Tengger maupun wisatawan lokal dan mancanegara. Wisatawan dapat melihat langsung jalannya upacara, asalkan tidak mengganggu dan tetap menjaga jarakserta tidak membuat keributan. Upacara Yadnya Kasada sering juga disebut upacara Kasodo. Upacara tradisional ini dilakukan setiap tanggal 14 di bulan Kasada atau bulan kesepuluh. Yadnya Kasada hanya diikuti oleh masyarakat Tengger yang beragaman Hindu. Masyarakat Tengger menganggap Gunung Beomo sebagai tempat yang suci. Pada upacara Yadnya Kasada, mereka memberikan seserahan berupa hasil panen seperti buah-buahan, sayuran dan juga hewan ternak. Seserahan ini ditata dengan cantik dan dibawa ke Gunung Bromo sebagai bentuk permintaan berkah dan keselamatan bagi Suku Tengger. 3. Ritual Ojung Ojung merupakan salah satu kesenian asli Suku Tengger. Kesenian ini berupa perkelahian satu lawan satu menggunakan senjata yang terbuat dari rotan. Mereka akan saling mencambuk satu sama lain dengan rotan tersebut. Pemenang Ojung adalah peserta yang lebih banyak mencambuk. Ojung bisa diikuti oleh pria Tengger dari usia 17 hingga 50 tahun. Selain merupakan seni pertunjukan, Ojung sekaligus menjadi ritual meminta hujan pada sang pencipta. Ojung biasanya dilakukan di saat musim kemarau. Sebelum memulai Ojung, akan ditampilkan tarian daerah terlebih dahulu, yaitu Topeng Kuna dan Rontek Singo Wulung. Bahasa Tengger Orang Tengger menggunakan bahasa Jawi Kuno untuk berkomunikasi sehari-hari. Masyarakat di sekitarnya meyakini bahasa tersebut adalah dialek yang digunakan masyarakat Kerajaan Majapahit. Untuk menulis mantra, orang Tengger menggunakan aksara Jawa Kawi. Secara linguistik, bahasa Tengger adalah rumpun bahasa Jawa dalam cabang bahasa Formosa atau Paiwanik dari rumpun bahasa Austronesia. Ada anggapan yang menyebut bahasa orang Tengger adalah turunan bahasa Kawi yang mempertahankan kalimat-kalimat Jawa Kuni yang kini tidak lagi digunakan. Mata Pencaharian Masyarakat Tengger Hingga kini, mayoritas masyarakat Tengger bekerja dan bermata pencaharian sebagai petani. Sebagian besar adalah bertani ladang dengan hasil tani meliputi jagung, kentang, tembakau, wortel, dan kubis. Selain bertani, berkembangnya pariwisata di Gunung Bromo membuat masyarakat Tengger membuka diri dan berbaur dengan masyarakat suku lain di sekitarnya. Beberapa diantara mereka bekerja sebagai pemandu wisata di Gunung Bromo. Sistem Kekerabatan Setiap desa dipimpin oleh kepala desa yang disebut petinggi, serta dibantu oleh carik atau juru tulis kantor desa. Dalam kehidupan masyarakat Tengger, sosok yang dianggap penting dalam kegiatan sosio-religi adalah dhukun. Dhukun adalah sebutan untuk pemimpin upacara menurut agama Hindu Darma sekaligus pemimpin adat. Dhukun dibantu oleh dua orang yang disebut wong sepuh dan legen. Tugas wong sepuh adalah mengurus dan mengelola upacara adat kematian, serta menyediakan semua sesaji. Sedangkan tugas legen ialah mengurus upacara perkawinan dan perlengkapannya. Sistem kekerabatan kelompok masyarakat Tengger menganur sistem bilateral. Meski keluarga inti lebih menonjol dalam kehidupan sehari-hari, namun dalam urusan sosial maka kekerabatan bilateral lebih diutamakan. Sistem pewarisan sama seperti tradisi Jawa pada umumnya, yaitu melalui ungkapan sepikul segendongan. Sepikul untuk anak laki-laki dan segendongan untuk anak perempuan. Artinya adalah anak laki-laki maupun perempuan sama banyak mendapat sumbangan. Dalam kehidupan sosial masyarakat, suku tengger tidak memberlakukan perbedaan status. 20200905
Ribuanorang terpesona dengan tarian kolosal di lautan pasir Gunung Bromo, Jatim, Jumat (29.6.2018). Ratusan penari, gemulai menari diderunya pasir berbisik tanah
- Suku Tengger menjadi salah satu kelompok etnis yang mewarnai keragaman masyarakat yang mendiami wilayah Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Suku Tengger adalah penduduk asli yang berasal dari daerah dataran tinggi di sekitar pegunungan Tengger, Bromo, dan Semeru yang terletak di Jawa juga Mengenal 6 Suku di Jawa Timur, dari Suku Jawa hingga Suku Tengger Suku Tengger juga dikenal dengan berbagai sebutan seperti wong Brama, orang Bromo, atau wong Tengger. Baca juga Mengenal Suku Tengger di Kawasan Bromo, Peradaban sejak Zaman Majapahit Masyarakat Tengger tidak hanya tinggal di lereng pegunungan, namun juga tersebar di beberapa daerah di sekitarnya seperti Kabupaten Lumajang, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Pasuruan, dan Kabupaten Malang. Baca juga Upacara Yadnya Kasada Suku Tengger Sejarah, Tujuan, dan Pelaksanaan Ritual Asal Usul Suku Tengger Secara etimologi, istilah tengger’ berasal dari bahasa Jawa yang artinya tegak, diam tanpa bergerak yang apabila dikaitkan dengan kepercayaan masyarakat, tengger juga bisa berasal dari singkatan tengering budi luhur. Dilansir dari pemberitaan terdapat beberapa teori tentang asal usul dari Suku Tengger. Namun masyarakat setempat percaya jika nenek moyang masyarakat Suku Tengger berasal dari Majapahit. Hal ini berkaitan dengan masa kerajaan Hindu di Pulau Jawa, di mana pegunungan Tengger diakui sebagai tempat suci yang dihuni abdi spiritual dari Sang Hyang Widi Wasa yang disebut juga sebagai hulun. Teori ini dibuktikan dengan Prasasti Walandhit yang berangka 851 Saka atau tahun 929 Masehi yang menceritakan adanya sebuah desa bernama Walandhit di Pegunungan Tengger merupakan tempat suci yang dihuni oleh Hyang Hulun atau abdi Tuhan. Prasasti berikutnya ditemukan di daerah Penanjakan Desa Wonokitri Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan yang berangka tahun 1327 Saka atau 1405 M. Kemunculan Kerajaan Mataram Islam yang memperluas kekuasaannya hingga ke Jawa Timur di awal abad ke-17 tidak mempengaruhi kepercayaan rakyat di daerah Tengger yang masih mempertahankan identitasnya. ISTIMEWA Tokoh Tengger menikmati suasana Bromo Selasa 31/5/2022. Selain itu legenda nenek moyang masyarakat Suku Tengger juga disebut terkait dengan cerita rakyat Rara Anteng dan Jaka Seger. Demi mendapat keturunan, Rara Anteng dan Jaka Seger harus menumbalkan anak bungsunya ke dalam kawah Bromo sebagai syarat. Sayangnya, keduanya tidak rela mengorbankan sang putra dan malah menyembunyikan R Kusuma di daerah Ngadas. Hal ini membuat kawah Bromo mengeluarkan letusan dahsyat, dan akhirnya R Kusuma memilih berkorban demi keselamatan keluarganya. Sebelum melompat ke kawah, R Kusuma berpesan untuk mengirimkan hasil bumi ke Gunung Bromo setiap tanggal 14 Kasada yang menjadi cikal bakal Yadnya Kasada. Keturunan Rara Anteng dan Jaka Seger yang tersisa dipercaya sebagai nenek moyang masyarakat Suku Tengger saat ini. Ciri-ciri Suku Tengger Ciri khas Suku Tengger dapat diamati dari cara hidup serta hasil budaya yang masih dapat diamati hingga saat Tengger dalam kesehariannya berkomunikasi menggunakan bahasa bahasa Jawa-Tengger sebagai bahasa daerah. Sebagian besar Suku Tengger memeluk agama Hindu, dengan ditandai adanya bangunan pura seperti Pura Luhur Poten. Rumah adat Suku Tengger dikenal dengan keunikan bentuk atapnya yang memiliki bentuk meruncing dan meninggi yang menumpuk ke atas. Dengan bubungan yang tinggi, rumah adat ini hanya memiliki 1-2 jendela. Selain itu, di bagian depan rumah pasti ada bale-bale atau tempat untuk duduk-duduk atau bersantai. Pemandangan Pegunungan Tengger di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Tradisi Suku Tengger Berikut adalah ragam bentuk tradisi yang masih dilakukan oleh Suku Tengger. 1. Upacara Kasada atau Yadnya Kasada Upacara Kasada merupakan hari raya bagi masyarakat Tengger penganut ajaran Hindu Dharma. Yadnya Kasada dilakukan pada pada hari ke-14 bulan Kasada dengan menggelar sesembahan berupa sesaji kepada Sang Hyang Widhi, sebagai manifestasi dari Batara Brahma. Pelaksanaan Upacara Kasada dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu puja Purkawa, Manggala upacara, Ngulat umat, Tri Sandiya, Muspa, Pembagian Bija, Diksa Widhi, dan penyerahan sesaji di kawah Bromo. Proses upacara dimulai pada Sadya Kala Puja dan berakhir pada Surya Puja. Masyarakat Tengger beramai-ramai menuju Gunung Bromo untuk mengantarkan sesaji berupa hasil ternak dan pertanian ke Pura Luhur Poten Agung. Selama pelaksanaan, Rama Dukun Pandita akan membaca Japa Mantera, yang isinya mendoakan keselamatan seluruh alam semesta. Indonesia Travel Pura Luhur Poten yang berlokasi puncak Bromo. 2. Raya Karo atau Yadnya Karo Hari Raya Karo atau Yadnya Karo adalah perayaan kedua setelah Yadnya Kasada yang dilakukan pada kedua menurut kalender Suku Tengger. Perayaan Yadnya Karo diikuti tiga desa meliputi Desa Jetak, Wonotoro dan Ngadisari. Makna perayaan Yadnya Karo adalah sebagai perlambang asal mula kelahiran manusia yang diciptakan Sang Hyang Widiwasa melalui perkawinan dua orang jenis manusia yakni pria dan perempuan. 3. Tradisi Unan-unan Warga Suku Tengger di lereng Gunung Bromo juga mengenal ritual atau tradisi unan–unan. Istilan unan–unan berasal dari kata tuno yang artinya berkurang yang berkaitan dengan jumlah hari dalam penanggalan Suku Tengger. Umumnya setiap bulan memiliki 30 hari, sementara, pada bulan tertentu akan hanya memiliki 29 hari. Sehingga jika dijumlah terdapat selisih antara lima hingga enam hari dalam setahun. Untuk melengkapi kekurangan tersebut, selisih hari itu dimasukkan ke dalam Bulan Dhesta atau bulan kesebelas yang hanya ada dalam penanggalan tiap lima tahun sekali. Sehingga pada Bulan Dhesta tiap lima tahun sekali warga Suku Tengger menggelar ritual unan–unan untuk membersihkan desa supaya selamat dari malapetaka. Sumber Penulis Kistin Septiyani, Andi Hartik Editor Anggara Wikan Prasetya, Dino Oktaviano Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel. Apalagu tradisional suku tengger? mohon di jawab ya guys, thanks - 8990697 rasyanabilaa rasyanabilaa 14.01.2017 Seni Iklan Iklan fitriah369 fitriah369 Lagu Daerah : Keraban Sape, Tanduk Majeng, Rek ayo Rek, Cublak-cublak Suweng, Gai Bintang, Kembang Malathe, Lindri, Grimis-Grimis, Bapak Tane, Tanjung Perak Emang iya itu? awas ya klo salah
Deskripsi Sejarah dan asal daerah Suku Tengger, tradisi dan kebudayaan, bahasa dan kehidupan sosial. Suku Tengger yang berasal dari Jawa Timur ini menjadi salah satu etnis suku terkenal dengan budayanya. Penduduk suku ini masih memiliki budaya yang kental disertai dengan tradisi dan adat istiadat yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu. Banyak sekali masyarakat baik lokal maupun turis mancanegara yang datang berkunjung untuk melihat penduduk suku menjalankan adat istiadatnya. Simak penjelasan lainnya tentang masyarakat Tengger di bawah ini yuk! Asal Usul Suku Tengger Pada dasarnya asal usul nama suku ini tidak hanya berasal dari satu sumber saja, namun terdapat beberapa sumber yang dapat menjawabnya. Berdasarkan pengertian, terdapat 3 teori yang dapat memberikan jawaban tentang asal mula nama suku ini. 1. Tengger Bermakna Pegunungan Suku ini tinggal di daerah dataran tinggi yaitu pegunungan. Makna pegunungan disesuaikan dengan tempat tinggal masyarakat Tengger yang menetap di Gunung Bromo. 2. Tengger Bermakna Berdiam Diri Tengger artinya berdiri tegak atau berdiam diri tanpa bergerak. Tengger ini memiliki sifat berbudi pekerti luhur. Hal ini terbukti dari kehidupan yang dijalani sehari-hari yang berlangsung secara sederhana dan murni. 3. Tengger Bermakna Gabungan Nama Leluhur Suku Tengger juga berasal dari gabungan nama para leluhur suku, yaitu Rara Anteng dan Jaka Seger. Keduanya merupakan tokoh yang terkenal di zaman kerajaan sehingga dibentuklah nama suku yaitu Tengger, yang berasal dari kata Teng dan Ger. Sejarah Suku Tengger Pada abad ke-16, Raden Patah melakukan serangan ke Kerajaan Majapahit. Peperangan ini disebabkan karena adanya perseteruan saudara. Peperangan ini menyebabkan keruntuhan Majapahit waktu itu dan pemerintahan di lanjutkan oleh Demak Bintoro. Kepercayaan lama yaitu agama Buddha Hindu di tanah Jawa, mulai tergeser karena banyaknya masyarakat yang memeluk agama Islam. Karena pada masa tersebut masyarakat hidup secara berkelompok dan sangat menjunjung tinggi solidaritas sehingga tetap terjaga. Hal ini menyebabkan penduduk Majapahit yang masih menganut kepercayaan lama Hindhu Budha yang taat akhirnya pindah ke arah pegunungan Bromo dan pergi ke Pulau Bali. Keduanya menjadi suku yang berbeda, yaitu Suku Tengger dan Suku Bali. Masyarakat Majapahit yang berpindah ke daerah dataran tinggi sangat menutup diri dari dunia luar. Hal ini bertujuan agar hidup mereka bisa menjaga kepercayaan mereka tanpa pengaruh agama Islam. Setelah menetap di Bromo, muncul 2 leluhur suku ini yang bernama Rara Anteng dan Jaka Seger. Rara Anteng adalah anak dari Raja Majapahit yang tergolong kasta ksatria. Sedangkan Jaka Seger adalah anak dari tokoh agama yang tergolong kasta Brahmana dalam strata Bali. Keduanya menikah dan mengungsi ke daerah pegunungan Jawa Timur dan menjadi pemimpin untuk masyarakat Tengger. Keturunannya kemudian berkembang dan menjadi penduduk Tengger hingga saat ini. Dahulu masyarakat ini tidak mengenal dunia luar dan tetap tertutup. Seiring berjalannya waktu, masyarakat Tengger mulai membuka diri dan mengizinkan orang luar masuk dan melihat adat istiadat mereka. Meski begitu, penduduk Tengger tetap memelihara warisan nenek moyang sekaligus menjalankan adat istiadat yang telah ada sejak dahulu. Kepercayaan Suku Tengger Berdasarkan agama pertama yang mereka kenal, Suku Tengger sebagian besar menjalankan ajaran Hindu. Hal ini semakin memperkuat penjelasan bahwa penduduk suku ini berasal dari Kerajaan Majapahit yang dulunya merupakan Kerajaan dengan genre Hindu. Agama Hindu-India memiliki sistem kasta dalam kehidupan sosial. Namun berdasarkan sistem pemerintahan yang Rara Anteng dan Jaka Seger lakukan, kehidupan sosial antar masyarakat sangat menjunjung jiwa persaudaraan sehingga semua sama, tanpa dibatasi kasta. Selain mempercayai agama Hindu, masyarakat Tengger juga percaya bahwa Gunung Bromo adalah tempat sakral. Mereka memiliki adat setiap 1 tahun sekali yang terdiri dari upacara adat tepat di bawah kaki Gunung Bromo sebagai ritual. Kebudayaan Suku Tengger Penduduk Tengger melestarikan adat dan istiadat warisan nenek moyang dengan baik. Penduduk tetap menjalankan tradisi yang telah dilakukan secara turun menurun. Berikut merupakan kebudayaan Suku Tengger yang wajib Anda ketahui. 1. Perayaan Hari Karo Karo adalah hari raya terbesar bagi penduduk Tengger. Hari raya ini diselenggarakan secara bersama-sama dengan hari raya nyepi. Keduanya merupakan hari yang paling ditunggu-tunggu oleh masyarakat Tengger. Saat perayaan Karo berlangsung, masyarakat Tengger akan melakukan pawai dengan membawa hasil panen. Selain itu, mereka menggelar kesenian adat seperti tarian dan melakukan silaturahmi antar saudara. Ritual hari raya ini dipimpin oleh seorang ratu yaitu pemimpin doa dalam setiap aktivitas. Berbeda dengan sebutannya, jenis kelamin ratu ini adalah laki-laki. Biasanya masyarakat Tengger menyebutnya ratu atau dukun. 2. Yadnya Kasada Yadnya Kasada adalah upacara adat yang dilakukan satu tahun sekali dan telah menjadi tradisi yang dinanti oleh para wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Wisatawan dapat melihat prosesi secara langsung namun tidak boleh bersuara. Upacara Yadnya Kasada ini lebih dikenal dengan upacara kasodo. Upacara ini dilakukan setiap tanggal 14 setiap bulan ke sepuluh atau kasada. Upacara ini hanya dilakukan oleh masyarakat Tengger yang menganut agama Hindu. 3. Ritual Ojung Tradisi terakhir yang dilakukan oleh masyarakat Tengger adalah Ritual Ojung. Di dalamnya terdapat ritual yang berisi perkelahian satu lawan satu dengan senjata. Berbeda dengan senjata pada umumnya, senjata Ritual Ojung menggunakan rotan. Ojung adalah kesenian asli Suku Tengger yang wajib dilakukan oleh setiap laki-laki. Aktivitas yang dilakukan dalam ritual ini adalah perkelahian yang dilakukan dengan mencambuk satu sama lain dengan senjata rotan. Tidak semua pria, kandidat yang dapat mengikuti ritual ini dilakukan oleh laki-laki usia 17 sampai 50 tahun. Selain itu, ritual ini digunakan untuk meminta turunnya hujan kepada Sang Pencipta. Biasanya sebelum aktivitas ini dilakukan, hadirin dimanjakan dengan tarian daerah. Bahasa Tengger Bahasa Tengger memiliki dialek yang sangat unik dengan rumpun bahasa Jawa dan rumpun bahasa Austronesia. Keduanya merupakan turunan bahasa Kawi yang tetap menggunakan kalimat Jawa Kuno dan tetap digunakan hingga saat ini. Dalam berkomunikasi sehari-hari, Suku Tengger menggunakan bahasa Jawa kuno. Bahasa ini dipercaya sebagai dialek Kerajaan Majapahit. Bahasa ini juga digunakan untuk menulis beberapa mantra untuk upacara adat tertentu. Mata Pencaharian Masyarakat Tengger Sebagian besar masyarakat Tengger bekerja sebagai petani. Hal ini karena sumber daya alam yang ada di sekitar dataran tinggi tersebut dapat dimanfaatkan sumber daya alamnya. Sebagian besar mereka bertani kentang, jagung, tembakau, kubis dan wortel. Seiring berjalannya waktu, masyarakat Tengger yang awalnya tertutup untuk dunia luar kini mulai membuka hubungan dengan masyarakat di luar suku ini. Seiring bertambahnya wisatawan pula, profesi yang diterima juga bervariasi, contohnya sebagai guide pada rombongan tertentu. Penjelasan lengkap tentang Suku Tengger di atas dapat menjadi sarana bagi Anda, untuk melanggengkan kebudayaan serta mempertahankan tradisi yang telah diwariskan nenek moyang.
SukuBangsa yang ada di daerah saya adalah suku jawa, suku sunda, suku bali, suku lampung, suku palembang, suku batak, suku minang, suku aceh, suku betawi, dan suku bugis. Kunci Jawaban Buku Kelas 4 SD Tema 7 Subtema 1 Pembelajaran 2 Keragaman Suku Bangsa dan Agama di Negeriku Halaman 13 . Ayo Berdiskusi . Kamu telah menyanyikan lagu "Apuse". Suku Tengger berasal dari Gunung Bromo, Jawa Timur. Sebagian dari mereka menempati wilayah Kabupaten Pasuruan, Lumajang, Probolinggo, dan Malang. Bahasa suku Tengger termasuk rumpun bahasa Jawa. Umumnya suku Tengger beragama Hindu. Suku Tengger memiliki budaya dan adat istiadat yang sudah dilakukan secara turun temurun. Suku ini memiliki upacara Yadnya Kasada atau Kasodo yang dilakukan di bawah kaki gunung Bromo. Mengenal Suku Tengger Suku Tengger memiliki beragam budaya dan adat istiadat yang diturunkan dari beberapa generasi. Mengutip buku "Keajaiban Bromo, Tengger, Semeru" yang ditulis Jati Batoro, berikut fakta-fakta tentang Suku Tengger. 1. Rumah Adat Suku Tengger Suku Tengger memiliki rumah adat yang dibangun di sekitar lereng gunung Bromo, dusun Cemoro Lawang desa Ngadisari kecamatan Sukapura. Mengutip dari rumah adat suku Tengger sebagian besar konstruksinya terbuat dari kayu. Rumah ini disesuaikan dengan alam sekitar, sehingga menjadi hunian yang nyaman untuk ditinggali. Rumah adat suku Tengger tidak bertingkat seperti rumah panggung. Bagian ujung atap memanjang tinggi sementara bagian sampingnya rendah. Rumah ini hanya memiliki dua jendela. 2. Bahasa Suku Tengger Masyarakat Tengger memakai bahasa Jawa-Tengger untuk berkomunikasi. Bahasa Tengger dibagi menjadi menjadi dua tingkatan yaitu bahasa ngoko dan kromo. Bahasa kromo dipakai untuk orang yang lebih tua, sementara ngoko dipakai untuk umur sebaya. Suku ini masih mempertahankan bahasa Kawi. Contohnya reang yang artinya aku, eyang untuk laki-laki, dan pemakaian kata ingsun untuk aku perempuan. Beberapa desa memiliki perbedaan logat, misalnya akhiran A bukan seperti bahasa Jawa yang berakhiran O. Bahasa Sansekerta biasanya dipakai oleh Dukun Tengger dan pembantu Dukun. Pemakaian bahasa tersebut untuk berdoa ketika upacara adat Tengger. 3. Agama Suku Tengger Awalnya suku Tengger menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Lalu perkembangan agama Hindu dan Budha mewarnai masyaratak ketika zaman kerajaan Majapahit. Kepercayaan ini kemudian diwariskan oleh nenek moyang mereka hingga kini. Meski demikian, agama baru ini tetap mempertahankan adat istiadat yang ada. Berdasarkan Tetua Adat dan agama di Indonesia, agama Suku Tengger dibagi menjadi 5 yaitu Hindu, Budha, Islam, Kristen, dan Katolik. Sementara itu adat kepercayaan masih dipengaruhi oleh animisme dan legenda tentang Gunung Bromo dan Semeru. Kedua gunung tersebut dianggap tempat suci dan keramat yang diwariskan secara turun temurun. Adat budaya yang diwariskan leluhur mengajarkan budi pekerti dan ikatan persaudaraan. Masyarakat Tengger menganut filsafat hidup atau Kawruh Budha yang menjelaskan tentang pengetahuan watak. Ada serangkaian upacara yang dilakukan suku Tengger berkaitan dengan agama Hindu seperti Galungan, Nyepi, Saraswati, Pagar Wesi. Istilah Dukun Tengger adalah Dukun Pandhita, seseorang yang sangat dihormati dalam pemimpin upcara adat pemeluk agama Hindu dan Budha. Tempat ibadat agama Hindu tertua di Jawa yaitu Pura Agung Mandala Giri di Senduro Lumajang. Ada juga Pura Poten bercorak Jawa Tengger yang berada di lautan pasir gunung Bromo. Tempat ibadah agama Budha ada Wihara Paramitha Budha yang berada di desa Ngadas. 4. Tradisi Suku Tengger Adat istiadat budaya Tengger merupakan adaptasi turun temurun. Ada penanggalan Tengger yang digunakan untuk hari, bulan, dan tahun. Sistem penanggalan ini dipakai untuk tanda-tanada kejadian alam, pertanian, peternakan, dan bidang budaya. Berikut penjelasan mengenai penanggalan suku Tengger Bulan pertama disebut Kasa. Bulan kedua kedua disebut Karo. Bulan ketiga disebut Katiga. Bulan keempat dinamakan Kapat. Bulan kelima disebut Kalima. Bulan keenam adalah Kanem. Bulan ketujuh adalah Kapitu. Bulan delapan adalah Kawolu. Bulan kesembilan adalah Kasanga. Bulan 10 adalah Kasepuluh. Bulan 11 adalah Dhesta. bulan 12 disebut Kasada. 5. Upacara Adat Kasada TRADISI YADNYA KASADA ANTARA FOTO/Zabur Karuru/foc. Upacara ini disebut hari raya YadNya Kasada yang dilakukan pada bulan ke-12 Kasada yang bertepatan dengan bulan purnama. Adat Kasada merupakan ucapan terimakasih kepada Sang Hyang Widhi bahwa masyarakat Tengger diberi kenikmatan, keselamatan, kesehatan, dan kebahagiaan, rejeki, dan kelimpahan hasil bumi. Prosesi upacara dimulai dengan Medak Titro atau pengambilan air suci yang disimpan dalam gua Widodaren. Air ini dilengkapi dengan sesajen yang disebut Nglukat Umat. Adat Kasada dilakukan di balai desa Ngadisari. Ada berbagai acara seperti menjual produk lokal dan hasil bumi unggulan, sore hari ada pawai obor, dan pacuan kuda. Tetua adat mempersiapkan ongkek yang terbuat dari jenis bambu jajan, bambu betung, atau kayu cemara. Ongkek ini dilengkapi dengan berbagai hasil panen yang dihasilkan tanah Tengger. Pada sore menjelang malam hari ketika bulan purnama, ada pertunjukan seni drama tari yang menceritakan Joko Seger dan Roro Anteng diiringi gamelan. Malam harinya, masyarakat suku Tengger mempersiapkan ongkek bersama-sama melewati Cemoro Lawang menuju Pure Poten atau Pure Sakral. Pura ini menjadi tempat berlangsungnya upacara adat Kasada yang berada di kaki gunung Bromo dan gunung Batok. Ongkek ini dipikul diterangi obor. Setelah memasuki Pura Poten diiringi gamelan lalu mulai upacara adat. Ongkek berisi berbagai tanaman budidaya suku Tengger, ada juga bahan ritual, dan jajanan pasar. Tanaman budidaya Tandur Tuwuh ini seperti kentang, bawang prei, kelapa, gandung, padi, siyem, srikoyo, dan sayuran lainnya. Ada juga hewan kurban seperti ayam, kambing, dan domba. Acara selanjutnya dari Adat KAsada adalah Korban Labuhan yang dilakukan pukul pagi. Ongkek dan Tandur Tuwuh dipersembahkan ke kawah gunung Bromo. Upcara Labuhan ini dilakukan tetuan adat memasukkan ongkek dan tandur tuwuh di gunung itu. Masyarakat membuang tandur tuwuh dan berdoa untuk kesehatan, kemakmuran, dan rejeki. Ada juga mengambil benda-benda bermanfaat seperti uang, kentang, daging ayam, kue yang dilarung ke gunung Bromo disebut marit. 6. Adat Karo Karo dikenal sebagai pemujaan terhadap Sang Hyang Widhi Wasa, penghormatan roh leluhur, dan kesucian manusia. Perayaan dilakukan dengan cara membersihkan diri, rumah, rumah ibadah, balai desa, makam, sampai lingkungan desa. Masyarakat Tengger yang lain menghormati adat Karo dengan cara bersih desa. Adat Karo ini dilakukan selama 2 minggu meliputi berbagai kegiatan seperti Ngumpul musyawarah, Mepek mencukupi kebutuhan, Tekane Ping Pitu, Prepegan, Sodoran tarian daerah, Sesanding, Nyadran, dan Mulihe Ping Pitu. Upacara adat Nyadran menyiapkan sesaji ke tempat makan yang dipimpin oleh ketua adat. Upacara ini menjelaskan tentang kehidupan manusia dari awal kelahiran sampai kematian. Setelah adat Nyadran ada acara selamatan yang dilakukan masyarakat. Acara ini menghadirkan tari Tayup dan tari Ujung-Ujungan. 7. Adat Unan-Unan Upacara adat selamatan suku Tengger yang diadakan 5 tahunan sesuai perhitungan kalender Tengger. Unan-Unan berasal dari Nguno, artinya adalah memanjangkan bulan yang dilakukan setiap 5 tahun sekali. Upacara Unan-Unan dini dilakukan di tempat sakral seperti Sanggar Pamujan. Hewan kerbau digunakan sebagai korban. Mitos upacara ini dahulu hewan besar dipakai sebagai persembahan terhadap buta kala yaitu Buta Galungan, Dunggulan, dan Amangkurat. Upacara dilakukan supaya masyarakat terhindar dari gangguan dan penyucian dari kegelapan. Pelaksanaan upacara dilakukan dengan kepala kerbau, kulit kerbau, dan 100 sesajen yang diletakkan dalam wadah besar. Sesajen ini kemudian diarak dari Balai Desa ke Sanggar Pamujan. 8. Adat Entas-Entas ONGKEK YADYA KASADA ANTARA FOTO/Zabur Karuru/hp. Upacara adat ini dilakukan dengan mensucikan arwah leluhur agar mudah memasuki alam lelanggit. Menurut ketua adat, Entas-Entas adalah upacara sakral yang dilakukan selama 3 sampai 4 hari. Urutan upacara Entas - Entas, yaitu Resik, Sedekah, Andeg-andeg Klakah, Menduduk, Kayopan Agung, dan Nglukat. Untuk mendukung acara ini dilakukan dengan penyembelihan sapi, kambing, babi untuk agama Hindu. Kuda dipakai sebagai alat transportasi pawai dan arak-arakan desa. Upacara adat ini dilengkapi dengan sesajen yang terdiri dari tumpeng, gedang ayu, nasi, ayam panggang, kupat, lepet, banyu suci. Ada juga tanaman seperti daun pandan, bunga soka, piji, alang-alang, tebu, dan pisang. Ketika upacara Nglukat, dilakukan penyebaran beras yang diikuti ayam dan bebek. Ada juga acara arak-arakan diiringi gamelan menuju makam. Ketika berjalan ke area makam dilakukan pembakaran kemenyan, pemecah telur, dan menyebar berbagai bunga. Ketika malam hari dilakukan acara tandakan yang menampilkan tari Sayup yang diiringi musik gamelan. 9. Upacara Pujan Mubeng Upacara adat dilakukan pada bulan kesembilan atau Kesanga, setelah bulan purnama. Masyarakat Tengger berjalan dari batas desa bagian timur mengelilingi empat penjuru desa. Upacara ini dilakukan untuk membersihkan desa dari gangguan dan bencana alam. Perjalanan keliling upacara diakhiri dengan makan bersama di rumah tetua adat. 10. Upacara Liliwet Upacara ini diadakan dengan setiap rumah penduduk. Upacara Liliwet dilakukan dengan pemberian mantra seluruh bagian termasuk pekarangan agar terhindar dari malapetaka. Tempat yang diberi mantra yaitu dapur, pintu, tamping, sigiran, dan empat penjuru pekarangan. 11. Upacara Barikan Dari jurnal "Sekilas Tentang Masyarakat Tengger" yang dibuat oleh Ayu Sutarto, upacara Barikan dilakukan masyarakat Tengger setelah gempa bumi, bencana alam, gerhana, dan peristiwa lain. Upacara ini dilakukan jika ada pertanda buruk terhadap kejadian alam. Masyarakat adat melakukan upacara Barikan selama 5-7 hari setelah peristiwa. Upacara ini dilakukan untuk memberi keselamatan dan menolak bahaya yang akan datang. 12. Upacara Kematian Upacara ini dilakukan dengan gotong royong. Tetangga memberi perlengkapan dan keperluan untuk upacara penguburan. Nglawu adalah bantuan pemberian seperti uang, beras, kain kafan, dan gula pada keluarga. Mayat dimandikan di atas balai-balai. Tetua adat membersihkan air suci dari prasen kepada jenazah sambil mengucapkan doa kematian. Sebelum kuburan digali, tetua adat memberikan siraman air yang telah diberi mantra. Tanah yang diberi air kemudian digali untuk liang kubur. Mayat suku Tengger dibarikan dengan kepala membujur ke selatan ke arah Gunung Bromo. Sorenya keluarga mengadakan selamatan. Orang yang meninggal kemudian diganti dengan boneka yang disebut bespa. Boneka dini terbuat dari bunga dan dedaunan yang diletakkan di atas balai-balai berbagai macam sajian.
Majapahit adalah salah satu kerajaan besar di Indonesia, sejumlah sumber menyebutkan bahwa keturunan terakhir Majapahit ada yang masih eksis hingga kini dan merupakan salah satu suku di Indonesia.
Suku Tenggersuku bangsa di Indonesia / From Wikipedia, the free encyclopedia Suku Tengger atau lazim disebut Jawa Tengger IPA /tənggər/ atau juga disebut orang Tengger atau wong Brama adalah suku yang mendiami dataran tinggi sekitaran kawasan pegunungan Bromo-Tengger-Semeru, Jawa Timur, Indonesia.[1] Penduduk suku Tengger menempati sebagian wilayah Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Probolinggo, dan Kabupaten Malang.[2] Quick facts Jumlah populasi, Daerah dengan populasi signi... ā–¼ Suku TenggerRohaniawan Hindu Tengger pada masa Hindia BelandaJumlah populasi± jiwaDaerah dengan populasi signifikanPegunungan Bromo-Tengger-Semeru, Jawa TimurBahasaBahasa Jawa Tengger & Bahasa IndonesiaAgamaMayoritas • Hindu Jawa • Budha TenggerMinoritas • Islam Sunni • Kristen Protestan & KatolikKelompok etnik terkaitSuku Jawa Arekan, Suku Osing, Suku Madura Pendalungan dan Suku Bali Upacara Melasti Suku Tengger di Bromo.
1 Meukasah. Pakaian adat Aceh yang dipakai para pria bisa disebut sebagai linto baro. Pakaian ini memiliki terbagi menjadi beberapa bagian. Atasan dari pakaian adat linto baro disebut meukasah. Baju yang terlihat seperti beskap ini terbuat dari kain sutra yang ditenun. Pada umumnya, meukasah memiliki warna hitam yang melambangkan kebesaran.
Daftar isiApa itu Suku Tengger?Sejarah Perkembangan Suku TenggerCiri Khas Suku TenggerPakaian Adat Suku TenggerAgama yang dianut Suku TenggerRumah Adat Suku TenggerBahasa yang digunakan Suku TenggerKebudayaan Suku TenggerKesenian Suku TenggerIndonesia adalah negara yang kaya raya. Kaya akan budaya, rempah, kesenian, agama dan juga suku. Pada materi kali ini kita akan membahas mengenai suatu suku yang terdapat di Jawa Jawa Timur sendiri tidak hanya terdapat satu suku saja, melainkan ada banyak. Suku Tengger, ya suku tersebut merupakan salah satu suku yang berada di Jawa Timur. Kita pasti sudah pernah mendengar mengenai suku itu Suku Tengger?Suku Tengger bisa juga disebut wong Brama atau orang Bromo dan juga wong Tengger. Suku Tengger mendiami daerah dataran tinggi di sekitar pegunungan Bromo, Semeru yang terletak di Provinsi Jawa hanya terdapat di Bromo dan Semeru saja, namun masyarakat suku ini juga tersebar di Lumajang, Probolinggo, Malang dan juga Pasuruan. Sampai saat ini, jumlah masyarakat suku Tengger mencapai 500 ribu tiga teori yang menjelaskan mengenai asal usul nama dari suku Tengger, diantaranya yaituTengger memiliki arti yaitu pegunungan. Hal tersebut disebabkan masyarakat suku Tengger bertempat tinggal di daerah dataran tinggi, di sekitaran yang berarti berdiam diri tanpa bergerak sedikitpun. Hal ini tercerminka dalam segala kehidupan masyarakat suku berasal dari dua gabungan nama leluhur suku Tengger. Nama mereka yaitu Rara Anteng dan Jaka Perkembangan Suku TenggerKonon katanya, suku Tengger merupakan keturunan dari penduduk di Kerajaan Majapahit. Kerajaan Majapahit mendapat serangan dari kerajaan lain, tepatnya pada abad jaman dahulu agar agama dapat tersebar luas, cara menyebarkannya yaitu dengan cara paksaan dalam bentuk melakukan musyawarah pun sulit, sehingga peperangan terjadi. Penduduk Majapahit berlari ke arah dataran tinggi yaitu pegunungan Bromo. Ada juga yang melarikan diri ke daerah-daerah yang mengungsi ke pegunungan Bromo tersebut memilih untuk menutup diri. Hal tersebut karena mereka ingin terbebas dari dunia luar dan juga ingin hidup damai bersama pada akhirnya membentuk komunitas yang diberi nama suku ada dua sosok leluhur yang bernama Rara Anteng dan Jaka Seger. Mereka menikah dan mengungsi ke pegunungan Bromo lalu menjadi pemimpin bagi masyarakat suku Tengger sana, mereka tidak mengenal kasta atau juga kedudukan. Semuanya sama, menjadi satu jaman dahulu, masyarakat suku Tengger ini hidupnya tertutup karena ingin melindungi diri dari peperangan. Namun seiring dengan perkembangan jaman, suku ini tidak lagi menutup diri, namun masih berpegang teguh pada adat dan juga tradisi turun temurun dari nenek moyang fisik, masyarakat suku Tengger sama dengan kebanyakan orang Jawa. Namun, yang menjadi ciri khas dari suku Tengger yaitu pada cara menggunakan pakaian yang berlengan panjang, celana dan juga sarung. Sarung inilah yang setiap hari selalu digunakan dan menempel pada tubuh suku Tengger. Sarung digunakan sebagai pengganti jaket dan digunakan untuk menangkal hawa Adat Suku TenggerPakaian adat priaSecara umum, pakaian untuk keseharian para pria suku Tengger menggunakan celana model kombor gomboran yaitu celana longgar yang memiliki tinggi diatas mata kaki dan juga mengenakan yang digunakan biasanya memiliki warna biru, ungu, hijau atau tujuh cara menggunakan saurung, yaituKakawungMelipat dua sarung kemudian disampirkan ke pundak belakang. Kemudian, bagian kedua ujung diikat menjadi satu. Hal ini dilakukan supaya bebas bergerak saat pergi kepasar atau sedang mengambil dilingkarkan pada pinggang dna diikatkan agar tidak mudah lepas. Hal ini dilakukan supaya tidak mengganggu aktifitas yang memerlukan tenaga menggunakan sarung pada tubuh, kemudian bagian atas dilipat menutupi kedua tangan dan digantungkan di pundak. Hal ini dilakukan guna saat sedang hanya disarungkan pada pundak secara bergantung pada sarung di bagian belakang kepala lalu dikerudungi sampai menutup seluruh bagian kepala. Yang terlihat hanya matanya disampirkan dibagian atas punggung. Kedua bagian lubang sarung dimasukkan pada ketiak dan disangga menggunakan kedua tangan. Biasanya hal ini digunakan oleh anak-anak muda suku adat wanitaSedangkan penggunaan sarung pada wanita yaitu dengan mengikat dibagian leher dan sisanya dibiarkan menjuntai ke bagian punggung. Ada perbedaan juga cara mengenakan sarung untuk wanita yang masih perawan dengan wanita yang sudah yang masih perawan, menggunakan sarung dengan cara diselempangkan pada sisi kiri badan dari bagian pundak. Sedangkan untuk wania yang sudah berkeluarga, cara menggunakan sarung yaitu diikatkan pada bagian dada sarung pada wanita suku Tengger selain untuk melindungi tubuh dari hawa dingin juga digunakan untuk menggendong bayi pada bagian sarung yang digunakan wanita dan pria pun juga berbeda. Untuk wanita menggunakan warna yang lebih lembut yaitu krem, coklat, biru muda, merah yang dianut Suku TenggerSebagian besar masyarakat suku Tengger memeluk agama Hindu. Apabila dalam agama hindu ada sistem kasta, namun tidak dengan agama Hindu suku mengikuti ajaran dari dua sosok leluhur mereka yaitu semua adalah saudara dan satu Bromo dipercayai sebagai tempat suci bagi masyarakat suku Tengger. Maka setiap setahun sekali, masyarakat suku Tengger mengadakan upacara adat yang terletak dibawah kaki Gunung Bromo, yaitu di Adat Suku TenggerRumah adat dari suku Tengger ini dibangun oleh suku Tengger sendiri. Pada jaman dahulu arsitekturnya masih sangat sederhana, namun seiring dengan perkembangan waktu arsitektur sederhana tersebut disebut arsitektur adat suku Tengger terbuat dari kayu. Rumah adat ini memiliki desain yang disesuaikan dengan keadaan alam sekitar sehingga masyarakatnya dapat mampu beradaptasi dan menjadi rumah yang nyaman unutk yang utama dari bentuk rumah adat suku Tengger ini yaitu ridak bertingkat dna juga bukan merupakan rumah panggung. Hanya memiliki satu atau dua jendela dan struktur rumahnya tersusun dari papan atau batang adat suku Tengger sebisa mungkin dibangun dekat dengan sumber air serta tidak memiliki tanah yang datar. Dalam mendesain rumah adat ini, biasanya masyarakat suku Tengger sangat memperhatikan lokasi, tanah dan lahan untuk membangun jaman dahulu, seluruh bahan untuk membuat rumah adat ini murni dari kayu dan bambu. Seiring dengan perkembangan waktu yang sudah modern ini, desain rumahnya mulai dipengaruhi oleh arsitektur modern. Dan kini, atapnya sudah menggunakan khas lainnya yang terdapat pada rumah adat suku Tengger yaitu adanya balai-bali yang letaknya terdapat di bagian depan rumah. Balai-bali yaitu sebuah tempat duduk atau jika orang jawa sering menyebutnya suku Tengger menggunakan pola tatasama dalam penyusunan rumahnya. Pola tersebut yaitu pola yang tidak beraturan, berdekatan, bergerombol dan hanya dipisahkan dengan jalur pejalan kaki yang tersebut dilakukan karena untuk mencegah atau menghadapi serangan angin dan cuaca yang dingin. Dengan pola tersebut maka angin tidak bisa menerjang dan akan diblok oleh bangunan rumah yang bergerombol yang digunakan Suku TenggerBahasa masyarakat suku Tengger biasanya disebut bahasa Jawa Tengger. Secara linguistik bahasa Tengger merupakan rumpun dari bahasa Jawa dalam cabang rumpun bahasa Formosa ā€œPaiwanikā€ dari rumpun bahasa juga yang beranggapan bahwa bahasa Tengger merupakan keturunan dari bahasa Kawi dan banyak mempertahankan kalimat kuno yang sudah tidak digunakan dalam bahasa Jawa Suku TenggerSistem kekerabatanPada setiap desa ada seorang yang memimpin desa yang disebut petinggi. Dalam kehidupan religinya, sosok yang sangat dianggap penting bagi masyarakat suku Tengger yaitu dhukun. Dhukun ini merupakan seorang pemimpin pada upacara agama Hindu dan sekaligus pemimpin kekerabatan masyarakat suku Tengger mengatu sistem yang disebut urusan sosial kekerabatan bilateral lebih sistem warisan sendiri hampir sama dengan adat Jawa, yaitu anak laki—laki maupun anak perempuan mendapat sama banyak sumbangan. Di dalam masyarakat suku Tengger kedudukan status atau perbedaan status tidak PencaharianPada umumnya, sebagian besar masyarakat suku Tengger berprofesi sebagai petani ladang. Mereka menanam jagung, tembakau, kentang, kubis dan hanya sebagai petani ladang, melainkan berkembangnya pariwisata di Gunung Bromo membuat masyarakat suku Tengger memanfaatkan keadaan tersebut untuk membuka diri dan membaur dengan masyarakat suku lainnya yaitu menjadi pemandu wisata di Gunung Suku TenggerTarian khas dari masyarakat suku Tengger yaitu tari sodoran. Tari ini biasanya ditampilkan pada perayaan Karo dan Kasodo. Tari ini merupakan tari tradisional yang mengandung nilai keluhurannya, nilai filosofis, religius dan juga ini tidak dapat disaksikan di sembarang tempat dan waktu. Hanya dapat disaksikan pada saat acara Karo dan Kasodo saja. Tari ini melambangkan masyarakat suku Tengger yang melambangkan asal-usul kepercayaan masyarakat Tengger, manusia berasal dari Sang Hyang Widi Wasa dan mereka akan kembali kepadanya. Manusia berasal dari tanah dan nantinya akan kembali lagi ke tanah. RsK1EfH.
  • 49xtvjz1bs.pages.dev/248
  • 49xtvjz1bs.pages.dev/236
  • 49xtvjz1bs.pages.dev/371
  • 49xtvjz1bs.pages.dev/549
  • 49xtvjz1bs.pages.dev/45
  • 49xtvjz1bs.pages.dev/542
  • 49xtvjz1bs.pages.dev/440
  • 49xtvjz1bs.pages.dev/432
  • lagu daerah suku tengger